Sulit mempertanggungjawabkan dana reses DPR karena ditransfer melalui rekening pribadi.
Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus mengaku terkejut dengan besaran dana reses dan dana aspirasi anggota DPR RI. Ia merespons pengakuan anggota Komisi IX DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan, Krisdayanti (KD), bahwa dana reses Rp450 juta diterimanya sebanyak lima kali dalam setahun.
Ironisnya, selama dua tahun bekerja, DPR RI periode 2019-2024 hanya mampu mengesahkan empat rancangan undang-undang (RUU) prioritas. “Terkejut juga karena angka segitu besar tidak pernah kemudian terwujud melalui hasil kerja yang maksimal,” ucapnya dalam diskusi virtual, Sabtu (18/9).
Di sisi lain, laporan kegiatan anggota DPR RI menjadi alasan pencarian dana reses berikutnya. Jadi, pertanggungjawaban keuangan dana reses itu menjadi tidak penting. “Yang penting ada laporan kegiatannya dan usulan program berikutnya itu dengan sendirinya dana reses itu akan cair,” tutur Lucius.
Ia menilai, sangat sulit sekali mempertanggungjawabkan dana reses dan dana aspirasi yang diberikan kepada anggota DPR RI. Sebab, dana reses dan dana aspirasi ditransfer melalui rekening pribadi. “Nah, ini seharusnya sudah membuka ruang bagi penyalahgunaan anggaran reses atau serap aspirasi itu,” ujar Lucius.
Menurutnya, di masa pandemi Covid-19, banyak anggota DPR RI tidak turun ke daerah pemilihan (dapil) pada masa reses. Ia pun menyayangkan, tidak pernah ada wacana terkait pemotongan anggaran dana reses dan dana aspirasi anggota DPR RI.