Sri Lanka yang saat ini terlilit utang mencapai Rp732,2 triliun harusnya menjadi peringatan bagi pemerintah Indonesia.
Anggota Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Mardani Ali Sera mengingatkan pemerintah untuk belajar dari krisis Sri Lanka. Menurut dia, tingginya utang pemerintah yang kini telah mencapai angka Rp7.014,58 triliun dengan rasio terhadap produk domestik bruto (PDB) sebesar 40,17% perlu diwaspadai.
"Utang bagaimanapun buruk. Angka Rp7.000 triliun yang lebih dari 40% PDB tentu mengkhawatirkan. Tentu pemerintah perlu waspada dan menyiapkan langkah mengamankan risiko akibat utang ini," ujar Mardani di Jakarta, Senin (18/4).
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat utang pemerintah telah berada di angka Rp7.014,58 triliun dengan rasio terhadap PDB sebesar 40,17%.
Berdasarkan dari laporan APBN KiTa edisi Maret 2022, peningkatan total utang pemerintah ini seiring dengan penerbitan surat berharga negara (SBN) dan penarikan pinjaman pada bulan Februari 2022. Utang itu diklaim untuk menutup pembiayaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Mardani berpendapat, negara Sri Lanka memang tidak sebanding dengan Indonesia baik secara populasi maupun pendapatan secara ekonomi. Namun demikian, Sri Lanka yang saat ini terlilit utang mencapai Rp732,2 triliun harusnya menjadi peringatan bagi pemerintah Indonesia.