Pemilu dari ke waktu semestinya merekam evolusi pemikiran bangsa juga evolusi ide dan gagasan dalam ikhtiar memenuhi janji kemerdekaan.
Direktur Pusat Media dan Demokrasi LP3ES Wijayanto mengatakan, di tengah gegap gempita pemilu 2024 yang sudah demikian dekat, sangat sulit untuk mengetahui visi pemimpin hari ini yang merupakan calon pemimpin bangsa 2024 tentang masa depan demokrasi Indonesia.
"Setiap hari kita hanya membaca berita tentang kemungkinan koalisi atau trend elektabilitas, namun tidak pernah mendengar bagaimana gagasan mereka," kata dia dalam keterangan tertulisnya, Senin (27/6)
Indonesia sejatinya memiliki generasi pemimpin yang filosof dan pemikir seperti Sukarno, Hatta, Syahrir, Tan Malaka yang ratusan halaman tulisan mereka lahir berisi gagasan cemerlang untuk masa depan bangsa. Namun, kini ada kekhawatiran Indonesia hanya memiiki generasi pemimpin yang piawai memoleh citra dengan membuat konten di media sosial: Twitter, Tik Tok, Instagram, yang kaya sensasi namun dangkal tanpa isi.
Itulah sebabnya LP3ES khawatir pada 2024 ini, masyarakat akan hanya melihat pemilu yang sama dengan pemilu-pemilu sebelumnya. Yakni, pemilu yang hanya berisi sirkulasi kekuasan di antara elite yang tidak ada sangkut pautnya dengan amanat penderitaan rakyat, pemilu yang hanya menjadi penanda berlangsungnya demokrasi prosedural namun masih jauh dari demokrasi substansial yang ditandai oleh pemenuhan hak warga, pemilu yang hanya berisi perebutan kekuasaan yang menghalalkan segala cara dan bukan festival gagasan untuk memperjuangkan nasib bangsa.
"Lalu untuk apa kita melakukan pemilu yang sangat mahal itu? Selama ritual yang kita lakukan masih sama, selama itu pula pemilu hanya menjadi ritual reproduksi oligarkhi predatoris dan peradaban politik kita akan diliputi kegelapan," tutur dia.