Jika aturan tentang presidential threshold dihapus, maka keran demokrasi akan kembali terbuka lebar.
Kendati Januari lalu, Mahkamah Konstitusi telah menolak uji materi presidential threshold (PT), namun sejumlah tokoh berkeras mengajukan kembali, Rabu (13/6) lalu. Sebanyak dua belas tokoh, seperti Rocky Gerung, mantan Ketua KPK M. Busyro Muqoddas, Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak, Direktur Perludem Titi Anggraini mengajukan kembali uji materi PT ke MK. Pengajuan jilid dua ini, menurut pengamat hukum tata negara Refly Harun, sangat mungkin dilakukan.
“Jadi kalau secara teknis hal yang pernah diajukan dan diputuskan bisa diajukan kembali, alasan konstitusionalnya berbeda. Ada perbedaan alasan konstitusional yang lama dengan yang baru,” ujar Refly kepada Alinea, Sabtu (16/6).
Dalam keterangan pers yang diterima Alinea, kuasa hukum pemohon Denny Indrayana, menyebutkan tidak ada keberpihakan salah satu calon atau partai tertentu dari permohonan tersebut. Itu diajukan semata-mata demi pemilihan presiden (pilpres) yang lebih adil dan demokratis, di mana kedaulatan rakyat ditegakkan sesuai UUD 1945.
Menurutnya, meskipun waktu yang tersisa hanya tinggal dua bulan, namun pengajuan uji materi tersebut belum terlambat. Adanya banyak calon dalam pemilu jika aturan PT dihapus, imbuhnya, bukanlah sebuah permasalahan, tetapi justru akan memberikan banyak pilihan bagi rakyat.
Pernyataan yang sama diutarakan Refly, menurutnya sistem pemilu dengan PT itu tidak memiliki alasan kuat untuk dipertahankan. Ajang pemilu nantinya bukan lagi menjadi pesta demokrasi rakyat, melainkan urusan-urusan elit politik.