PPP bisa bernasib seperti Hanura dan PBB yang tak lagi mampu mendudukkan kader di kursi DPR RI dari pileg ke pileg.
Permohonan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) Pileg 2024 yang diajukan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) resmi ditolak Mahkamah Konstitusi (MK), Selasa (25/5) lalu. Dengan putusan itu, MK secara tidak langsung memastikan partai berlambang ka'bah itu tak lolos ke Senayan.
Di Pileg 2024, PPP meraup 5.878.777 suara atau sekitar 3,87% dari total suara nasional. Untuk "memenuhi" kuota ambang batas parlemen sebesar 4%, PPP berdalih ada migrasi suara PPP ke partai lain di 35 dapil di 19 provinsi. Partai Garuda dituding jadi pelaku. Namun, tudingan itu tak terbukti di sidang MK.
PPP menolak kalah. Pelaksana Ketua Umum PPP Mardiono mengatakan tidak akan diam menyikapi putusan MK. PPP bakal menempuh jalur politik untuk memperjuangkan suara dari pemilih hingga DPR periode 2019-2024 resmi berakhir masa jabatannya. Saat ini, PPP masih punya 38 kursi di DPR RI.
"Tentu ada langkah politik. Politik ini kan nantinya merujuk pada kebijakan undang-undang. Tetapi, saya tak akan menjabarkan secara detail langkah-langkah yang akan kami ambil," kata Mardiono dalam jumpa pers di DPP PPP, Jakarta, sehari setelah putusan MK keluar.
Muncul rumor PPP bakal berupaya menginisiasi revisi kilat Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu). Sasaran utama revisi ialah penurunan ambang batas parlemen untuk mengakomodasi jumlah raihan suara PPP. Meski begitu, hasil revisi UU Pemilu semestinya berlaku surut.