Wiranto mengaku punya peluang mengkudeta Presiden Soeharto.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam), Wiranto, mengungkapkan perannya ketika terjadi kerusuhan pada Mei 1998. Dalam peristiwa itu, Wiranto mengaku jika dirinya bukanlah dalang terjadinya kerusuhan pada waktu itu.
Pada 13 Mei 1998 pagi, Wiranto mengisahkan, terjadi penembakan di Trisakti. Selanjutnya di siang hari kerusuhan berlanjut di Jakarta. Puncak kerusuhan pun terjadi pada keesokan harinya atau 14 Mei 1998. Pada malam itu, Wiranto lantas mengerahkan pasukan dari Jawa Timur ke Jakarta dan sejumlah kota lainnya. Sehari setelah pengerahan pasukan itu, Jakarta diklaimnya langsung aman. Begitu pun di seluruh wilayah Indonesia.
Lebih lanjut, Wiranto mengatakan, meski dirinya memiliki peluang untuk melakukan kudeta, namun itu tak dilakukannya. Alasannya, ia mencintai Indonesia. Karena itu, ia ingin mengubah negeri ini menjadi lebih baik bersama teman-teman reformasi lainnya.
“Tidak ada sama sekali keinginan, kehendak, tindakan saya yang mengarah pada langkah-langkah untuk mengacau pada tahun 1998," kata Wiranto di Jakarta pada Selasa, (26/2).
Wiranto membuka kembali perbincangan mengenai kerusuhan 1998 untuk menjelaskan kepada publik agar tidak ada tuduhan lagi kepadanya. Selama ini, dia mengaku hanya diam terkait persoalan tersebut. Namun hal itulah yang justru dijadikan oleh pihak lain untuk menyerangnya, terutama di saat masuk momentum politik.