Presiden Joko Widodo telah menutup harapan bagi para korban pelanggaran HAM untuk mendapatkan keadilan.
Ketua Bidang Advokasi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Muhammad Isnur, mengatakan kebijakan Presiden Joko Widodo mengangkat Ketua Umum Partai Gerindra, Prabowo Subianto sebagai Menteri Pertahanan (Menhan) berimplikasi pada mundurnya reformasi di tubuh Tentara Nasional Indonesia (TNI).
“Ini menimbulkan kekhawatiran. Kalau kita lihat statement-nya (Prabowo) selama kampanye Pilpres 2019 itu mengkhawatirkan. Pendekatan yang dia gunakan, pendekatan klasik di Orde Baru,” kata Isnur dalam sebuah diskusi di Jakarta pada Kamis (24/10).
Selain lekat sebagai orang Orde Baru, Prabowo Subianto juga diduga sebagai pelaku pelanggaran hak asasi manusia (HAM) ketika terjadi tragedi 1998. Menurut Isnur, dengan mengangkat Prabowo sebagai Menhan sekaligus menjadi penghianatan terhadap sejarah reformasi. Menurutnya, ini menjadi suatu hal yang serius dalam sejarah perjalanan bangsa Indonesia.
“Pengangkatan Prabowo menandakan titik kelam dalam perjalanan bangsa Indonesia, yang mana seseorang yang memiliki catatan kelam masa lalu dijadikan sebagai Menteri Pertahanan,” kata Isnur.
Dengan demikian, kata Isnur, maka secara tidak langsung Presiden Joko Widodo telah menutup harapan bagi para korban pelanggaran HAM untuk mendapatkan keadilan. Dalam upaya penuntasan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu, Isnur menilai, Presiden Jokowi juga telah gagal mengadili pelaku pelanggaran HAM di masa periode pertamanya.