Dia menyarankan, Presiden Jokowi dapat membakukan ketentuan ambang batas suara.
Wakil Ketua Umum Partai Gelora, Fahri Hamzah menilai, mengubah ambang batas suara baik parlementary treshold dan presidential treshold merupakan gangguan iklim demokrasi di Indonesia.
Diketahui, dalam draf revisi Undang-Undang Pemilu (RUU Pemilu) memuat aturan terkiat ambang batas parlemen atau parliamentary threshold. Draf itu mengatur ambang batas parlemen dinaikkan 1% dari sebelumnya menjadi 5%.
Aturan tertuang dalam Pasal 217 pada Bagian Kedua Sistem Pemilu DPR. Partai politik disyaratkan mampu memperoleh suara sah nasional sebanyak 5% agar memiliki keterwakilan di DPR.
"Seharusnya peraturan tentang pemilu itu tidak selalu sering berubah, naik turun, naik turun. Presentase (ambang batas suara) naik turun, naik turun. Sesungguhnya itu, sebenarnya merupakan gangguan yang terus menerus terhadap demokrasi kita," kata Fahri, kepada Alinea.id, Rabu (27/1).
Dia menyarankan, agar Presiden Joko Widodo (Jokowi) dapat membakukan ketentuan ambang batas suara tersebut. "Jadi, kita membuat peraturan yang lebih permanen. Bahkan, mungkin apabila itu dimasukan sebagai design konstitusi kita," tuturnya.