Revisi jangan sekedar dijadikan stempel bagi disahkannya UU Cipta Kerja, namun sebagai upaya memperkuat sistem pembentukan perundang-undang
Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR dari fraksi PKS, Mulyanto, meminta pembahasan revisi kedua atas Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (PPP) dilakukan secara hati-hati.
Menurutnya, revisi jangan sekedar dijadikan stempel bagi disahkannya UU Cipta Kerja, namun sebagai upaya memperkuat sistem pembentukan perundang-undangan yang kredibel, akuntabel dan akseptabel.
"Revisi UU PPP ini merupakan tindak lanjut putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap UU Cipta Kerja yang dinyatakan inkonstitusional bersyarat," kata Mulyanto kepada wartawan, Rabu (9/2).
Menurut Mulyanto, seharusnya, bila konsisten dengan putusan MK, yang segera direvisi itu UU Cipta Kerja bukan UU PPP. Sebab, tidak ada amar putusan MK yang memerintahkan untuk mengubah UU PPP. Karena itu, Mulyanto meminta agar revisi kedua UU PPP ini tidak menjadi sekedar stempel untuk memuluskan revisi UU Omnibus Law Cipta Kerja yang dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh MK tersebut.
"Revisi ini utamanya adalah untuk memasukkan metode omnibus sebagai salah satu metode dalam pembentukan peraturan perundang-undangan," ujarnya.