Prabowo tidak perlu berdarah-darah dan jadi bemper dengan mencalonkan diri sebagai presiden. Sebaiknya sebagai king maker saja.
Kunjungan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto ke RSPAD menjenguk Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang sedang sakit, menyiratkan sinyal koalisi yang kuat antara dua partai. Sebelum jatuh sakit, Prabowo dan SBY memang direncanakan melakukan pertemuan ulang guna membahas pemilihan presiden (pilpres) 2019 mendatang.
Wacana duet Prabowo dengan Agus Harimurti Yudhyono (AHY) sebagai calon presiden dan calon wakil presiden (capres dan cawapres) pun makin menguat dengan rajinnya kedua partai ini saling bertemu.
Hanya saja, Pengamat Politik Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi (Sigma) Said Salahudin justru mengingatkan agar Prabowo harus berhati-hati menetapkan cawapresnya. Prabowo jangan hanya karena berharap PKS, PAN atau Partai Demokrat menjadi teman koalisi, lalu terjebak pada opsi cawapresnya harus dari salah satu partai politik (parpol) itu.
Saat ini, kata Said, keinginan parpol calon koalisi Gerindra untuk menempatkan kadernya sebagai pendamping Prabowo memang sangat beralasan karena adanya faktor presidential effect.
Apalagi dalam pemilu yang menyatukan pemilihan anggota legislatif (pileg) dan pilpres, pemilih cenderung memberikan perhatian lebih pada pertarungan pilpres yang menentukan pucuk pimpinan eksekutif nasional, ketimbang pileg.