Putusan MK memandatkan agar semua parpol punya hak mengusung kandidat mereka sendiri di Pilpres 2029.
Meski diapresiasi sebagai langkah progresif, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengabulkan permohonan uji materi penghapusan ketentuan ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2007 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) memunculkan beragam persoalan turunan. Salah satunya ialah potensi maraknya kandidat di Pilpres 2029.
Tanpa ambang batas pencalonan presiden, semua parpol yang terdaftar di Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai peserta pemilu bisa mengusung kandidat mereka sendiri di Pilpres 2029. Walhasil, biaya pemilu potensial membengkak dan publik bakal "kewalahan" menghadapi terlalu banyak pilihan.
Saat membacakan putusan Nomor 62/PUU-XXII/2024 di Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (2/1) lalu, Wakil Ketua MK Saldi Isra mengingatkan pembuat UU melakukan rekayasa konstitusional (constitutional engineering) untuk mencegah pilpres diikuti terlalu banyak calon, tetapi tetap mempertimbangkan hak semua parpol untuk mengusung kandidat mereka sendiri.
Dalam pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden, menurut Saldi, parpol peserta pemilu dapat bergabung sepanjang gabungan parpol tersebut tidak menyebabkan dominasi sehingga menyebabkan terbatasnya jumlah kandidat serta terbatasnya pilihan pemilih.
"Parpol yang tidak mengusulkan pasangan calon dalam pilpres dikenakan sanksi larangan mengikuti pemilu periode berikutnya. Pertimbangan kelima, perumusan rekayasa konstitusional dimaksud termasuk perubahan UU Pemilu," ujar Saldi.