Tak hanya jadi suporter di pinggir lapangan, sejumlah musikus kini terlibat dalam beragam aksi protes terhadap kebijakan rezim Jokowi.
Berada di tengah lautan mahasiswa, memori dari masa lalu berkelebat di benak vokalis Efek Rumah Kaca (ERK) Cholil Mahmud. Ingatan Cholil terutama tertuju pada rangkaian unjuk rasa yang terjadi 21 tahun silam. Di masa itu, mahasiswa dan masyarakat sipil bersatu menjatuhkan Soeharto.
"Rasanya hampir sama saat 1998. Memang terlihat banyak dari mereka yang masih baru melakukan demonstrasi. Tapi, saya melihat keresahan yang sama. Mereka merasa demokrasi negeri ini makin mundur ke belakang," ujar Cholil saat berbincang dengan Alinea.id di Kios Ojo Keos, Cilandak, Jakarta Selatan, Senin (20/1) pagi.
Cholil, yang kini genap 42 tahun, merupakan satu dari segelintir musikus yang ikut turun ke jalan dalam aksi unjuk rasa menolak revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK) dan revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Dimulai pada 23 September 2019 di Gejayan, Yogyakarta dan Gedung DPR, Jakarta, gelombang aksi unjuk rasa bertema "Reformasi Dikorupsi" itu meluas hingga ke pelosok negeri. Berhari-hari, mahasiswa dan masyarakat sipil protes. Di beberapa tempat, kerusuhan pecah. Korban jiwa pun berjatuhan.
Tak hanya sekadar ikut aksi, Cholil turut sumbang saran untuk mengonsolidasi gerakan. Sehari setelah peluit gelombang aksi dibunyikan, Cholil sempat bertemu dengan aktivis dari sejumlah lembaga swadaya masyarakat dan kalangan mahasiswa di kawasan Kuningan, Jakarta.