Ini memperlihatkan kualitas penyusunan peraturan perundang-undangan, seperti sistem kebut semalam.
Argumentasi Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian ihwal pembahasan Rancangan Undang-Undang Pemilihan Umum (RUU Pemilu) setelah Pilkada serentak 2024 digelar dinilai absurd. Demikian disampaikan peneliti Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2P LIPI) Moch. Nurhasim.
"Kalau eksekutif mengatakan UU ini tidak pernah dicoba, mengapa direvisi tanpa memikirkan dampak-dampak yang lain. Sebenarnya kalau itu argumentasinya, saya kira itu argumentasi yang absurd ya, yang mengada-ngada, karena banyak sekali UU yang belum dilaksanakan sudah direvisi. Bahkan, dicabut, contoh UU tentang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi," ucap Nurhasim ketika dihubungi reporter Alinea.id, Selasa (16/3).
Penunjukan 272 pejabat (Pj) oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) melalui Tito Karnavian juga disebabkan kekisruhan pembuatan roadmap peraturan perundangan. Parlemen dan pemerintah terkesan tergesa-gesa, sehingga RUU Pemilu ditarik dari Prolegnas Prioritas 2021.
Hal itu, menurut dia, memperlihatkan kualitas penyusunan peraturan perundang-undangan seperti sistem kebut semalam (SKS). Dampaknya tidak terpikirkan.
Partai-partai penguasa akan meraup banyak keuntungan dari 272 pejabat gubernur dan bupati/wali kota tersebut, dari jatah jabatan, hingga terkait kepentingan politik pemilu 2024.