Presiden Jokowi diminta untuk tidak mengebut pembahasan RUU Pertanahan.
Substansi Rancangan Undang-Undang Pertanahan (RUU Pertanahan) dinilai mirip dengan semangat regulasi agraria pada masa kolonial Belanda. Menurut penasihat Majelis Hukum dan HAM Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Muchtar Lutfi, Presiden Jokowi diposisikan layaknya Gubernur Jenderal Belanda jika mengacu pada substansi RUU tersebut.
"Di dalam RUU Pertanahan tersebut, kelihatan Presiden nanti kedudukannya sama dengan Gubernur Jenderal Belanda, yaitu dapat menentukan hubungan khusus antara orang dengan tanah hanya dengan Perpres," ucap Muchtar dalam konferensi pers di kantor PP Muhammadiyah, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (3/9).
Regulasi yang dimaksud Muchtar ialah Domein Verklaring. Regulasi itu berlaku pada era kekuasaan Van der Capellen dan Van de Bosch. Dalam regulasi itu disebutkan setiap pemilik tanah diwajibkan membuktikan kepemilikan tanahnya.
Menurut Muchtar, Domein Verklaring diterbitkan lantaran kas Belanda mengalami kekosongan usai perang lima tahun dengan Pangeran Diponegoro pada periode 1825-1830. Dengan regulasi tersebut, Gubernur Hindia Belanda berusaha mengundang pemodal, baik dari Belanda maupun dari Inggris.
"Tapi, bagaimana cara memperoleh tanah? Maka keluarlah Domein Verklaring yang intinya siapa-siapa saja pemilik tanah wajib membuktikan bahwa dia pemilik tanah. Jika tidak bisa membuktikan berarti itu milik negara," sambungnya.