KPU berada pada situasi dilema akibat putusan PTUN yang memenangkan gugatan Ketua DPD sekaligus Ketua Umum Hanura, Oesman Sapta Odang.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) berada pada situasi dilema akibat putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) yang memenangkan gugatan Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Oesman Sapta Odang.
Pasalnya, terdapat dua penafsiran yang berbeda antara Mahkamah Konstitusi (MK) dan Mahkamah Agung (MA), juga PTUN. Berdasarkan hasil keputusan MK calon anggota DPD yang tidak diperkenankan berasal dari Parpol berlaku untuk Pemilu 2019 mendatang dan keputusan tersebut final dan mengikat.
Sebaliknya, berdasarkan hasil keputusan MA aturan tidak diperkenankannya calon anggota DPD dari Parpol mulai berlaku untuk tahun 2024.
Kemudian di PTUN, Oesman Sapta (Oso) memenangkan gugatan surat keputusan daftar calon tetap (SK DCT) KPU yang tidak memasukkan Oso sebagai peserta Pemilu dan sifatnya juga final dan mengikat. Sehingga, KPU menggelar diskusi bersama dengan para ahli hukum tata negara, terkait perbedaan pandangan itu.
Pakar Hukum Ilmu Tata Negara Universitas Andalas Feri Amsary mengatakan KPU sedang berada dalam dua dilema yang besar untuk memutuskan pilihan tersebut. Sebab, KPU harus memutuskan dua produk hukum yang final dan mengikat.