Wacana pembatalan parliamentary threshold 4% menguat usai MK hapus ketentuan presidential threshold.
Wacana pembatalan parliamentary threshold atau ambang batas parlemen sebesar 4% suara sah nasional menguat, usai Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan menghapus ketentuan presidential threshold atau ambang batas minimal persentase pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden beberapa hari lalu. Lewat Putusan MK Nomor 62/PUU-XXII/2024.
Tahun lalu, MK juga sudah mengabulkan sebagian gugatan ambang batas parlemen sebesar 4% terhadap Pasal 414 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Dalam Putusan MK Nomor 116/PUU-XXI/2023 tersebut, MK menyatakan, ambang batas parlemen 4% tetap konstitusional berlaku untuk pemilu legislatif atau DPR pada 2024.
Namun, konstitusional bersyarat untuk diberlakukan pada Pemilu DPR 2029 dan pemilu selanjutnya, selama sudah dilakukan perubahan yang berpedoman pada sejumlah syarat yang sudah ditentukan.
Direktur Eksekutif Citra Institute, Yusak Farhan menjelaskan, Putusan MK 116/PUU-XXI/2023 terkait ambang batas parlemen 4%, bukan mengamanatkan untuk menghilangkan parliamentary threshold. Namun, memoderasi ulang ambang batas parlemen yang jauh lebih rasional.
“Jadi, tidak asal 4% atau 3%,” kata Yusak kepada Alinea.id, Jumat (17/1).