Jokowi terus bermanuver untuk mempertahankan pengaruhnya di lingkar kekuasaan.
Isu keretakan hubungan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan calon presiden nomor urut 2 Prabowo Subianto terus menjadi bola liar. Sejumlah pakar meyakini Prabowo akan menjaga jarak setelah Jokowi tak lagi berkuasa pada Oktober 2024. Sebagai presiden terpilih, Prabowo disebut-sebut tak mau disetir Jokowi.
Analis politik dari Universitas Jember Muhammad Iqbal berpendapat momentum pelantikan Prabowo-Gibran pada Oktober akan jadi titik awal menurunnya pengaruh Jokowi. Menurut Iqbal, Prabowo bakal menata ulang sistem politik di lingkaran kekuasaan supaya lepas dari bayang-bayang Jokowi.
"Jika Prabowo nantinya resmi dilantik jadi Presiden RI ke-8, sangat mungkin pengaruh Jokowi memudar bahkan hilang sama sekali. Prabowo niscaya akan melakukan restyling of politics atau penataan ulang politik sesuai dengan karakter militer dan jiwa patriotiknya," ucap Iqbal kepada Alinea.id, Kamis (4/4).
Menurut Iqbal, Jokowi dan Prabowo memiliki karakter kepemimpinan yang berbeda. Jokowi, kata Iqbal, merupakan politikus yang berorientasi pada kalkulasi untung-rugi dalam berpolitik. Prabowo cenderung mengutamakan hierarki politik dan otoritatif dalam menjalankan kekuasaan.
"Kecenderungan orientasi ambil untung ala Jokowi ini termanifestasi menjadi pola kepemimpinan yang membangun dinasti politik yang nepotis sampai putra sulungnya Gibran Rakabuming Raka menjadi wapresnya Prabowo," jelas Iqbal.