Generasi milenial kini ikut memperjuangkan nasib Sumarsih dan keluarga korban pelanggaran HAM berat di masa lalu.
Duta Tanderla, 18 tahun, menghampiri tumpukan payung hitam yang digelar di depan Istana Negara, Jakarta, Kamis (30/1) sore itu. Sebuah payung ia raih dari tumpukan. "Tuntaskan Tragedi Trisakti 12 Mei 1998" tertera pada kanopi payung itu.
Duta kemudian beranjak ke barisan tua-muda berbalut pakaian serba hitam yang telah berjejer rapi di trotoar di seberang Istana. Payung-payung terkembang. Syahdan, protes dalam diam yang menjadi ciri aksi Kamisan pun dimulai.
"Awalnya saya tahu aksi Kamisan dari media sosial. Akhirnya, pada September 2019 kemarin, saya coba untuk bantu menyuarakan hak asasi manusia di aksi Kamisan ini," ujar Duta menuturkan kehadirannya di aksi Kamisan ke-620 itu kepada Alinea.id.
Duta satu dari puluhan remaja milenial yang hadir menyemarakkan aksi Kamisan sore itu. Murid Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri 35 Jakarta ini mengaku mulai mengenal isu-isu HAM dari buku dan acara diskusi sejak dua tahun lalu.
Kini kasus-kasus pelanggaran HAM berat di masa lalu semisal Tragedi 1965, Talangsari, Peristiwa Tanjung Priok, serta Semanggi I dan II, mulai akrab di telinga Duta. Dari diskusi dan aksi, Duta pun mulai mengenal kalangan aktivis HAM, keluarga korban, dan para penyintas.