Hanya 32,4% responden yang menyatakan pengungkapan kasus oleh Kepolisian berjalan transparan.
Temuan survei Charta Politika mengungkapkan, mayoritas responden menilai pengungkapan kasus penembakan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J oleh kepolisian berjalan tidak transparan.
Direktur Eksekutif Charta Politika Yunarto Wijaya mengatakan, 91,4% responden menyatakan mengetahui pemberitaan mengenai kasus penembakan Brigadir J di rumah dinas Irjen Ferdy Sambo. Responden yang menyatakan mengetahui kasus tersebut kemudian ditanya lebih lanjut dengan pertanyaan, "Apakah menurut Bapak/Ibu/Saudara pengungkapan kasus polisi tembak polisi oleh Kepolisian berjalan transparan atau tidak transparan?"
Yunarto mengungkapkan, dari jumlah tersebut, hanya 32,4% yang menyatakan pengungkapan kasus oleh Kepolisian berjalan transparan.
"Ada 62,4% publik, setelah disuguhi berbagai macam proses yang dilakukan oleh kepolisian, masih menyatakan tidak transparan. Sementara, baru 32,4% menyatakan transparan," kata Yunarto dalam keterangan pers yang disiarkan di akun YouTube Charta Politika Indonesia, Kamis (22/9).
Pihaknya lantas melakukan pengujian lebih lanjut terkait pengetahuan publik terhadap isu-isu yang jadi perbincangan terkait institusi Polri. Salah satunya, terkait keterlibatan anggota kepolisian di judi online dan narkoba.
"Sebanyak 61.4% responden menyatakan tahu pemberitaan mengenai dugaan anggota kepolisian yang terlibat tindak pidana judi dan narkoba," ujar Yunarto.
Kemudian, responden yang mengetahui pemberitaan tersebut ditanya lebih lanjut dengan pertanyaan, "Dalam salah satu pernyataannya, Kapolri Jenderal Listyo Sigit menegaskan akan mencopot anggota kepolisian yang terlibat tindak pidana judi dan narkoba. Bagaimana Bapak/Ibu/Saudara menilai pernyataan Kapolri tersebut, apakah yakin atau tidak yakin dengan pernyataan Kapolri?"
Berdasarkan pertanyaan tersebut, Yunarto menyebut lebih dari 50% responden menyatakan yakin Kapolri/Kepolisian mampu menindak anggotanya yang terlibat dalam tindak pidana judi online dan narkoba.
"Kabar baiknya, masih ada 57,7% publik yang menyatakan yakin Kapolres dan kepolisian akan mampu menindak anggota yang terlibat, dan 39,3% menyatakan tidak yakin," papar dia.
Menurut Yunarto, respons publik terhadap hal ini dapat dikatakan positif. Namun, ini juga menjadi beban tersendiri bagi institusi Polri sebab masyarakat ikut mengawasi kinerja lembaga penegakan hukum tersebut.
Yunarto menilai, temuan respons tersebut perlu dimaknai sebagai sebuah harapan bagi masyarakat yang sebaiknya ditindaklanjuti oleh kepolisian. Sebab, jarak yang terlalu besar antara harapan dengan realita akan berdampak terhadap tingkat kepercayaan atau tingkat kepuasan publik terhadap institusi penegakan hukum.
"Angka yg masih positif ini harusnya dimaknai oleh Polri sebagai sebuah harapan untuk kemudian dijawab. Dan ketika kita bicara mengenai isu keterlibatan polisi di judi online dan narkoba, ini bukan tentang sebuah kasus saja, tapi pembersihan terhadap struktur yang ada dari Polri sendiri," tandasnya.
Temuan survei juga menunjukkan penilaian terhadap kondisi penegakan hukum di Indonesia mengalami penurunan dibandingkan beberapa survei sebelumnya. 46,7% responden menilai baik, sedangkan 44,2% menilai buruk.
Sementara, penilaian publik terhadap kondisi pemberantasan korupsi cenderung stagnan, atau tidak mengalami perubahan yang berarti. 50,4% responden menilai pemberantasan korupsi di Indonesia baik, 4% responden menilai sangat baik, 40,6% responden menilai pemberantasan korupsi buruk, 2,5% responden menilai sangat buruk, dan 2,5% responden menyatakan tidak tahu atau tidak menjawab.
Survei ini dilaksanakan pada 6-13 September 2022 melalui wawancara tatap muka secara langsung dengan menggunakan kuesioner terstruktur. Jumlah sampel sebanyak 1.220 responden, yang tersebar di 34 Provinsi.
Metodologi yang digunakan adalah metode acak bertingkat (multistage random sampling) dengan margin of error ±(2.82%) pada tingkat kepercayaan 95%. Survei ini juga menyajikan tren dari beberapa survei nasional yang pernah dilakukan Charta Politika Indonesia sebelumnya.