Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mengungkap untuk menjadi bupati, minimal memiliki uang Rp30 miliar hingga Rp50 miliar.
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mengusulkan adanya evaluasi terhadap sistem pemilihan kepala daerah (Pilkada) langsung. Menurut dia, selama ini banyak kepala daerah terjerat kasus korupsi karena tingginya biaya Pilkada.
Pernyataan Tito ini menjawab wacana pelarangan mantan narapidana kasus korupsi mengikuti Pilkada 2020. Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah mengusulkan kepada Komisi II DPR untuk merevisi UU Pilkada dengan tujuan melarang narapidana kasus korupsi mencalonkan diri.
"Justru pertanyaan saya adalah, apakah sistem Pilkada saat ini masih relevan setelah 20 tahun? Banyak manfaatnya, ada partisipasi. Tapi banyak mudaratnya, politik biaya tinggi. Kepala daerah kalau tidak punya Rp30 miliar mau jadi bupati, mana berani dia," kata Tito di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (6/11).
Tito berdalih usulan itu bukan berarti setuju dengan wacana pemilihan tak langsung alias melalui DPRD. Tito mengatakan, sebaiknya melakuan riset akademik untuk mengetahui dampak positif dan negatifnya.
"Survei, lakukan riset akademis tentang dampak negatif dan positif Pilkada langsung," kata dia.