Praktik politik uang dengan segala bentuknya diprediksi bakal masif terjadi pada Pilkada Serentak 2024.
Praktik politik uang dengan segala bentuknya diprediksi bakal masif terjadi pada Pilkada Serentak 2024. Berkaca pada Pilpres 2024 dan Pileg 2024, politik uang kian jadi tradisi yang tak terpisahkan dalam kontestasi elektoral lima tahunan. Seiring itu, makelar-makelar suara terus menjamur.
Direktur Eksekutif Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP) Indonesia Neni Nur Hayati mengatakan sulit untuk memupus politik uang di Pilkada Serentak 2024. Ia mendasarkan argumennya pada pengawasan terhadap praktik jual-beli suara oleh Bawaslu yang tergolong lemah di Pilpres 2024 dan Pileg 2024.
Para makelar suara, menurut Neni, leluasa beroperasi lantaran tidak ada efek jera. Sanksi pun kerap hanya menyasar para penerima uang. Kandidat dan para operator jual-beli suara kerap lolos dari jerat hukum.
"Tidak hanya menjerat pelaku politik uang, tetapi juga yang menerima politik uang sama sama terkena pidana. Misalnya, di Pilbup Ciamis 2018, ada tukang ojek harus menjalani proses percobaan tiga bulan (karena menjalankan politik uang)," ucap Neni kepada Alinea.id, Sabtu (15/6).
Berbasis pengalaman pengawasan di pilkada-pilkada serentak sebelumnya, menurut Neni, ada banyak cerita sukses yang bisa dijadikan rujukan pengawasan oleh Bawaslu dan penegak hukum. Namun, ia pesimistis Bawaslu dan kawan-kawan berani menjalankan pengawasan terhadap politik uang secara serius.