Cawe-cawe presiden harus dibatasi. Penyelenggara pemilu yang tak becus harus dihukum tegas.
Wacana revisi undang-undang terkait kepemiluan kembali menyeruak. Dalam rapat evaluasi Pemilu 2024 yang digelar di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, pekan lalu, Komisi II DPR RI, Kementerian Dalam Negeri, dan penyelenggara pemilu sepakat perlunya penyempurnaan undang-undang terkait pemilu.
Wakil Ketua Komisi II DPR RI Saan Mustopa menilai penyempurnaan undang-undang terkait pemilu perlu dilakukan berkaca pada penyelenggaraan Pemilu 2024. Salah satu yang perlu jadi fokus revisi ialah memupus politik uang yang marak dalam kontestasi elektoral di berbagai tingkatan, baik itu pilpres maupun pileg.
Saan juga menyoroti borosnya anggaran yang dikeluarkan negara untuk melaksanakan Pemilu 2024 dengan lima kotak suara. Total lebih dari Rp100 triliun dikeluarkan untuk penyelenggaraan Pilpres 2024 dan Pileg 2024. Namun, besarnya anggaran dan sumber daya manusia yang dikerahkan tak sebanding dengan kualitas pemilu.
"Terutama perbaikan terhadap undang-undang terkait dengan kepemiluan. Kami (Komisi II) memiliki perhatian untuk memperbaiki aturan main pemilu secara menyeluruh," kata Saan kepada wartawan di Jakarta, Jumat (17/5) lalu.
Setidaknya ada lima UU yang berkelindan dengan tata cara kepemiluan, yakni UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu), UU Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik (UU Parpol), dan UU Nomor 1 tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota (UU Pilkada).