close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
ilustrasi mata uang digital/ Pixabay.com
icon caption
ilustrasi mata uang digital/ Pixabay.com
Bisnis
Selasa, 20 Februari 2018 15:37

Produk investasi bank ditinggalkan, bitcoin jadi pilihan

Firma riset Coalition dalam risetnya menyebut pada tahun 2017 adalah tahun terburuk bagi para profesional ekuitas seluruh dunia.
swipe

Bisnis investment banking masuk dalam era senja. Setelah pada tahun 2015 sempat mencapai puncak kejayaannya dengan mencapai pendapatan tinggi berikut juga laba, kini secara perlahan mulai menyusut. Atas kondisi tersebut,  bank mulai serius untuk merumahkan pegawainya di sektor ekuitas. 

Deutsche Bank yang pertama kali mengumumkan untuk mengurangi 500 pekerjaan investment banking. Kebijakan tersebut akan merumahkan 250 orang dalam waktu dekat. Posisi-posisi puncak turut terkena imbas kebijakan tersebut, beredar nama petinggi Deutsche Bank yang bergelut di investment banking seperti Kepala Perbankan Investasi Eropa Marc Benton bakal dipecat. 

Lalu, Evans Haji Touma yang menempati posisi penasihat kekayaan dan dana pensiun publik. Terakhir, Kepala Pialang Inggris yakni Andrew Tusa. Namun belum jelas apakah nama-nama tersebut memang bakal didepak dari bank asal Jerman ini. 

Kondisi keuangan Deutsche Bank sejak 2016 memang goyang karena terlilit kasus hukum. Bank dituntut membayar denda sebesar US$ 14 miliar ke pemerintah Amerika Serikat karena persoalan kasus hipotek pada krisis keuangan tahun 2008. Makin berat bagi Deutsche Bank dengan adanya aturan Perbankan Eropa. Bank wajib mempertebal modal terkait aturan Basel III pada tahun 2019.  

Sementara itu, bisnis bank investasi juga makin kendor. Pada tahun 2017 seperti dikutip CNBC pendapatannya turun 15% menjadi US$ 14,23 miliar. Atas kondisi tersebut, bonus tahun ini dipastikan tidak cair. Alasannya, tahun lalu kompensasi dan tunjangan pegawai telah naik 8% menjadi US$ 4,26 miliar. 

Ini bukan pertama kali lender terbesar di Jerman ini merumahkan jumlah stafnya. Jika pada akhir Desember 2016 lalu ada sekitar 41.349 staf yang diputus, pada Desember 2017 lalu jumlahnya kembali berkurang sebanyak 1.700 staf. 

Firma riset Coalition dalam risetnya menyebut pada tahun 2017 adalah tahun terburuk bagi para profesional ekuitas seluruh dunia. Sebab margin operasi disebut mencapai level terendah dalam lima tahun terakhir. Alasan investasi pada teknologi perdagangan menyusutkan margin perusahaan. 

Deutsche Bank tidak sendirian menghadapi kondisi ini. Credit Suisse dan Goldman Sachs juga menghadapi kondisi serupa, bahwa pendapatan ekuitas turun namun terjadi pembengkakan investasi dan penambahan staf baru. 

Cara untuk mengurangi beban yang terus menggemuk, kedua bank investasi tersebut menahan diri untuk merekrut pegawai. Kalaupun ada karyawan baru yang direkrut, mereka adalah insinyur teknologi untuk membangun sistem baru.

 

Selera investasi milenial 

Makin ditinggalkannya produk investasi yang dirilis bank, menandakan fenomena perubahan selera pasar yang kini dikuasai generasi milenial. Kaum milenial secara karakteristik psikologis disebut lebih agresif dalam mencari cuan, tidak takut mengambil risiko dan tertarik pada hal-hal yang baru. 

Dekat dengan dunia digital, kaum milenial pun begitu menyukai mata uang digital. Co founder sekaligus Chief executive officer BitMEX, sebuah perusahaan yang melayani pertukaran kripto berbasis di Hong Kong Arthur Hayes bercerita bahwa era keuangan saat ini telah berubah. 

Sebagai mantan bankir, Hayes mengaku bahwa dunia perbankan terlalu banyak aturan dan membosankan. Ia mengatakan ketertarikannya terjun berinvestasi di bitcoin karena ingin membangun pasar untuk mata uang virtual dengan semua fitur yang terdapat di indeks keuangan tradisional. 

"Saya ingin mata uang virtual terdapat di indeks keuangan tradisional termasuk derivatif, leverage, short selling dan indeks harga kriptocurrency. Bahkan ada rencana untuk membuat suku bunga acuan untuk meminjamkan bitcoin," tukas Hayes bersemangat seperti dikutip Bussiness Mirror. 

Pria berusia 32 tahun ini berkisah pilihannya meninggalkan dunia perbankan karena kesal dengan pemotongan bonus yang diterimanya. Hayes kemudian menyadari bahwa dunia keuangan telah mengalami kemunduran, bahkan menyindir para bankir yang cenderung menghindari risiko pasar keuangan. "Tidak banyak risiko dan tidak banyak arus transaksi, maka tidak ada uang", kata Hayes. 

Meski menyadari bahwa sejumlah regulator menolak kehadiran mata uang kripto, namun Hayes yakin akan ada gelembung besar yang membawa orang kemudian mengoleksinya untuk mencari kekayaan ketimbang mencarinya di produk perbankan. 

Seperti diketahui, aksi jual besar-besaran terjadi pada awal tahun ini setelah harga bitcoin merosot 41% menjadi US$ 9.934 per Januari. Kondisi ini terjadi karena kecemasan pemegang bitcoin atas kekaburan pasar. 

Sumber foto: Facebook Bitcoin.id

 

Belum lagi sejumlah regulator perbankan mulai berusaha menjegal bitcoin. Mata uang kripto ini memang dikhawatirkan menjadi sarana pencucian uang dan dekat dengan dunia kriminal. 

Meski berisiko menjadi alat kejahatan, namun bukan berarti tidak dapat dicegah. Joanna Torode, pengacara Ropes & Gray LLP London mengatakan saat sebuah aset makin naik kelas dan menjadi sah, maka mau tidak mau penegak hukum harus meluangkan lebih banyak waktu dan sumber daya untuk membedakan transaksi yang sah dari transaksi ilegal. 

Suara-suara mendukung bitcoin juga makin hingar. Kepala Strategi European Cybercrime Center Philipp Amann mengatakan jika tidak ingin mata uang kripto tersebut menjadi cara baru dalam menyembunyikan keuntungan.  Maka, blockchain diharapkan dapat membantu ​​polisi dalam memantau arus uang. Bahkan jika pemilik aset tetap tersembunyi.

"Penjahat merangkul teknologi baru, maka penegakan hukum harus sesuai. Jangan ada permainan kucing tikus, itu kuno," tukas Amann. 

Hayes menyanggah tundingan bahwa bitcoin dekat dengan dunia kriminalitas. Bahkan ia menuding bank-bank yang mengkritik Bitcoin sebagai mata uang untuk pencucian uang sebenarnya sedang panik. 

Hayes memprediksi jika terus menyerang bitcoin sebagai mata uang yang dekat dengan kriminalitas, maka makin membuktikan bahwa bank lah yang dekat dengan kriminalitas kerah putih. Terbukti pada kasus tahun 2012, Bank HSBC melakukan penyimpangan dengan melayani transaksi obat bius dengan nilai US$ 881 juta.

Nah, bagaimana dengan milenial di Indonesia? Memang bitcoin belum menjadi pilihan untuk investasi utama tapi mulai banyak pula yang mencoba-coba untuk mengoleksinya meski dengan nilai yang masih terbilang kecil. 

img
Mona Tobing
Reporter
img
Satriani Ari Wulan
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan