Sebanyak 1,1% dari total 8.600 sampel takjil di berbagai daerah yang diuji Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mengandung bahan berbahaya bagi kesehatan. Temuan ini lebih rendah daripada tahun 2022.
"Kami memperluas cakupan pengawasan makanan dan minuman takjil. Hasilnya, temuan takjil turun 7,3% dari periode yang sama pada tahun lalu," kata Kepala BPOM, Penny K. Lukito, dalam telekonferensi pers di Jakarta, Senin (17/4).
Salah satu kandungan berbahaya di dalam takjil tersebut adalah formalin. BPOM pun menyia pangan tersebut untuk selanjutnya dimusnahkan.
Penny berpendapat, turunnya temuan kasus takjil dengan bahan berbahaya karena masyarakat mulai selektif. Dia pun mendorong seluruh pihak melakukan diseminasi tentang masalah ini.
"Karena itu, intensitas komunikasi dan edukasi terus dikembangkan bersama pihak pemda (pemerintah daerah), tokoh masyarakat, dan edukasi kepada masyarakat bagaimana memilih produk yang baik," tuturnya.
BPOM juga mengajak publik agar mewaspadai kandungan bahan baku garam, gula, dan lemak berlebih lantaran berisiko memicu penyakit serius. "Aspek gula dan lemak tidak bisa dirasakan langsung."
Adapun konsumsi gula, garam, dan lemak berlebih berpotensi memicu diabetes, jantung, kanker, hingga ginjal pada kemudian hari.