close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Faisal H.Basri. Foto: KPPU
icon caption
Faisal H.Basri. Foto: KPPU
Bisnis
Senin, 14 Agustus 2023 13:46

2 kementerian bantah tudingan Faisal Basri soal hilirisasi nikel bagi China

Faisal Basri dinilai tidak memahami aturan tax holiday, sehingga sampai pada kesimpulan yang salah.
swipe

Pemerintah membantah tudingan ekonom senior Institute for Development of Economic Finance (Indef) Faisal Basri yang menyebutkan, hilirisasi nikel hanya menguntungkan industrialisasi China.

Staf Khusus Kementerian Keuangan Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo mengatakan, pemerintah telah mengatur tarif PNBP sumber daya alam dan royalti atas nikel serta produk pemurniannya. Maka dari itu, smelter nikel China dikenai pungutan pajak berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2022.

"Bang @FaisalBasri yang baik, saya jawab satu hal dulu, PNBP dan royalti. Anda keliru ketika bilang tidak ada pungutan karena faktanya melalui PP 26/2022 diatur tarif PNBP SDA dan royalti atas nikel dan produk pemurnian," ucap Prastowo dikutip dari akun Twitter pribadinya, @prastow, Senin (14/8).

Menurut Prastowo, pengelolaan mineral diarahkan untuk mendukung hilirisasi sebagaimana diamanatkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Minerba. Melalui kebijakan ini, pemerintah telah melakukan dua hal. Pertama, melakukan pelarangan ekspor bijih nikel sejak 2020. 

Kemudian, memberlakukan tarif royalti yang berbeda bagi para pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP), antara yang hanya memproduksi atau menjual bijih nikel dengan perusahaan yang juga memiliki smelter. Tarif royalti untuk bijih nikel 10% dan tarif untuk Feri Nikel atau Nikel Matte sebesar 2%.

“Royalti memang pungutan yang secara konsep dan aturan dikenakan thd eksploitasi sumber daya alam. Ini berlaku umum. Untuk izin usaha industri pemungutannya tentu bukan royalti, melainkan bea keluar (saat impor) dan pajak-pajak lain (PPh, PPN, pajak daerah dll),” ujar Prastowo.

Sementara, dari Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan Kemenko Marves Septian Hario Seto menyebut, pernyataan itu menunjukkan Faisal tidak memahami aturan tax holiday, sehingga sampai pada kesimpulan yang salah. Sebab, tax holiday untuk 20 tahun diberikan dengan investasi sebesar Rp30 triliun atau lebih. 

Bila kurang, kata Seto, maka akan menyesuaikan periodenya, antara 5-15 tahun. Baginya, insentif tax holiday ini, hanya untuk PPh Badan. Sementara pajak-pajak lainnya tetap harus dibayar.

“Di sini Faisal Basri tidak memahami ketentuan tax holiday di Indonesia sehingga mencapai kesimpulan yang salah,” ucap Seto.

Seto menyampaikan, analisis Faisal Basri juga dinilai keliru karena terjadi peningkatan pajak yang cukup signifikan dari sektor hilirisasi. Berdasarkan penerimaan pajak tahun dari sektor hilirisasi nikel pada 2022 sebesar Rp17,96 triliun.

Nilai itu menunjukkan juga telah naik sebesar 10,8 kali lipat dibandingkan 2016, yang hanya sebesar Rp1,66 triliun. Sementara pendapatan PPh Badan di sektor ini pada 2022 sebesar Rp7.36 triliun atau naik 21,6 kali lipat dibandingkan 2016.

Faisal, kata Seto, juga seharusnya menghitung seberapa besar sumber daya yang dikeluarkan tiap smelter dalam memproduksi feronikel. Sumber daya untuk produksi nikel ini meliputi tenaga kerja, teknologi, listrik dan bahan baku lainnya. 

“Perlu dicatat pula bahwa penerimaan perpajakan dari sektor hilirisasi nikel ini, belum memasukkan pendapatan pajak dari sektor lain yang ikut tumbuh akibat hilirisasi nikel ini seperti pelabuhan, steel rolling, jasa konstruksi, industri makanan dan minuman dan akomodasi,” ucapnya.

img
Immanuel Christian
Reporter
img
Hermansah
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan