close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ketua MPR Bambang Soesatyo mengucapkan selamat kepada Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin usai pelantikan di Jakarta, Minggu (20/10/2019). Foto: setkab.go.id/JAY/PR
icon caption
Ketua MPR Bambang Soesatyo mengucapkan selamat kepada Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin usai pelantikan di Jakarta, Minggu (20/10/2019). Foto: setkab.go.id/JAY/PR
Bisnis
Sabtu, 23 Oktober 2021 07:42

2 tahun Jokowi-Ma'ruf, Pengamat: Banyak ruang yang bisa dioptimalkan

Jika melihat dari indikator perekonomian pada pemerintahan Jokowi, dibandingkan dengan dua tahun yang lalu, memang mengalami penurunan.
swipe

Pemerintahan Jokowi sudah memasuki tahun kedua pada periode kedua atau tahun ketujuh sejak periode pertama. Tentu banyak capai-capaian yang telah dilakukan oleh pemerintahan saat ini. Tetapi banyak juga ruang yang bisa dioptimalkan.

Ekonom senior Fadhil Hasan mengungkapkan, dalam kinerja pemerintahan atau presiden biasanya cara melihatnya dari dua cara. Pertama, dilihat dari perspektif publik atau penilaian publik terhadap kinerja pemerintahan tersebut. Ini biasanya dilakukan oleh lembaga survei dengan wawancara atau metode statistik yang dapat dipertanggung jawabkan dari berbagai sisi. 

"Dan yang kedua adalah dengan melihat pandangan daripada expert atau penilaian dari para ahli. Ini juga bisa melihat bagaimana kinerja pemerintahan,” jelas Fadhil Hasan dalam diskusi virtual, Jumat (22/10)

Fadhil Hasan menambahkan, penilaian publik belum tentu sejalan dengan penilaian dari expert. Apa yang diterima publik, bisa jadi akan berbeda dengan yang dipahami atau diterima para expert. 

Misalnya beberapa waktu lalu ada tulisan yang sangat mengundang kontroversi dari Kishore Mahbubani, profesor dari NUS, tentang Genius of Jokowi, yang seolah-olah Jokowi itu perfect dalam menangani berbagai macam persoalan, baik ekonomi maupun politik. Tetapi kemudian ada yang membantah penilaian dari Mahbubani itu. 

Menurut Fadhil Hasan, jika melihat dari indikator perekonomian pada pemerintahan Jokowi dibandingkan dengan dua tahun yang lalu, memang mengalami penurunan yang cukup signifikan. Selain dikarenakan pandemi Covid-19 tetapi juga ada faktor-faktor lain. 

Makanya, pemerintah harus mengambil berbagai langkah yang berbeda dengan apa yang diambil selama ini. Terutama dari sisi kebijakan ekonominya yang selama ini diprioritaskan pada pembangunan infrastruktur. Yang tentunya Covid-19 menyebabkan anggaran negara untuk membangun infrastruktur akan membebani anggaran fiskal.

"Walaupun dalam satu tahun terakhir ini ada kecenderungan mulai membaik lagi. Ini mungkin salah satu hal yang bisa kita diskusikan. Dari sisi demokrasi kita lihat indeks demokrasi kita juga mengalami suatu penurunan yang cukup signifikan. Di mana saat ini kita berada di urutan 102 daripada 134 negara dalam persepsi demokrasi dan juga dalam persepsi korupsi," tutur dia.

Dalam hal ini, pemerintah membutuhkan perubahan-perubahan. Juga bagaimana pemerintah merespons penurunan indeks korupsi dan indeks demokrasi ini. Agar yang akan diwariskan oleh Jokowi ini, menjadi sesuatu yang dapat diingat atau dikenang masyarakat Indonesia, dan juga tidak meninggalkan beban sangat besar dan akan dialami pemerintahan mendatang.

Dalam kesempatan yang sama, Guru Besar Ekonomi IPB Didin S Damanhuri memaparkan mengenai hutang di periode kedua pemerintahan Jokowi yang terus menumpuk. Di sisi lain, pajak juga mengalami penurunan dibandingkan prapandemi. Menurutnya, hal ini menjadi fundamental, di mana hutang bertambah tetapi kemampuan untuk membayarnya malah menurun.

“Memang mengevaluasi pemerintahan sebesar Indonesia memerlukan indikator yang objektif, sebenarnya ada dua yang memungkinkan kita bisa objektif menilai. Pertama adalah karena tentu saja presiden itu disumpah ketika dilantik oleh MPR, bahwa dia akan setia dan melaksanakan konstitusi UUD 45. Yang kedua adalah tradisi di negara demokrasi adalah misi presiden," kata Didin.

Menurut dia, jika ingin menilai tujuh tahun pemerintahan Jokowi, pada periode pertama 2014-2019, Jokowi-JK menawarkan Trisakti Bung Karno yang direvitalisasi, yaitu kedaulatan politik, kemandirian ekonomi, dan diperkenalkan secara budaya. Termasuk di dalamnya reformasi hukum dalam memberantas korupsi, kemudian meningkatkan kualitas sumber daya manusia, dan meningkatkan produktivitas dan daya saing nasional, serta kemandirian ekonomi terutama di sektor strategis.

"Ini sangat ideal sekali bahkan hampir semua spirit konstitusi itu masuk didalam visi Jokowi-JK waktu itu,” kata Guru Besar Ekonomi IPB itu.

Selanjutnya, pada pemerintahan Jokowi yang kedua entah kenapa, visi yang sangat ideal itu, bergeser menjadi teknopraktis. Pada periode kedua lima visi presiden adalah meningkatkan pembangunan infrastruktur, kemudian meningkatkan kualitas SDM, mendorong investasi yang lebih besar, reformasi birokrasi, dan yang terakhir adalah APBN yang fokus dan tepat sasaran.

"Saya tidak mengerti, mestinya ini visi menteri bukan presiden, karena ini tidak bicara hukum, tidak bicara pemberdayaan, dan sebagainya. Semestinya visi presiden itu multikompleks,” lanjutnya.

 

img
Kania Nurhaliza
Reporter
img
Hermansah
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan