close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi Alinea.id/Dwi Setiawan.
icon caption
Ilustrasi Alinea.id/Dwi Setiawan.
Bisnis
Jumat, 01 Oktober 2021 07:57

2022, waktunya tanaman hias endemik Indonesia mendunia

Di tahun 2022, tanaman hias menjadi bagian dari fesyen yang mempunyai perubahan tren sangat cepat.
swipe

Demam tanaman hias di Tanah Air masih berlanjut di tahun kedua pandemi Covid-19. Kali ini, tak hanya keluarga araceae seperti Monstera dan Philodendron dari negara-negara Amerika Latin saja yang populer. Tanaman endemik asli Indonesia pun mulai unjuk gigi hingga kancah Internasional dengan cuan yang menggiurkan.

Pembudidaya dan pemulia tanaman Handry Chuhairy menyatakan pandemi hanya mempercepat akselerasi kepopuleran tanaman aroid. Tanaman dengan ciri berbunga dan berseludang itu sebelumnya sudah mengalami lonjakan permintaan yang turut mengerek harganya.

"Pandemi hanya memicu permintaan yang membuat akselerasinya jadi lebih cepat. Mereka (pembeli) karena di rumah jadi panic buying, beli secara emosional, pokoknya harus punya," ujarnya kepada Alinea.id, Rabu (29/9).

Hukum ekonomi pun berlaku kala banyaknya stok di pasaran tidak sebanding dengan permintaan. Karenanya, di masa pandemi tahun 2020, tercatat beberapa tanaman aroid harganya melonjak bahkan ada yang dibanderol hingga 3 digit. Sebut saja Monstera obliqua, tanaman asal Amerika Latin yang kerap disamakan dengan Monstera adansonii (janda bolong).

Meski mirip, namun harga keduanya bagai bumi dan langit. Jika janda bolong banyak dijual di bawah Rp50 ribu, Monstera obliqua nyatanya bisa dijual puluhan hingga ratusan juta.

"Harga obliqua dulu sedaun bisa Rp30 juta, normalnya (sebelum pandemi) Rp6 juta. Sekarang harganya sudah balik lagi. Kalau kata orang harganya turun, kata saya ini harga yang normal," selorohnya.

Dalam webinar Alinea Forum: "Ladang Bisnis Sukses Hingga Jadi Jutawan", kolektor tanaman hias ini pun menceritakan fase perkembangan aroid sebelum pandemi yakni tahun 2018 dengan adanya tren tanaman hias untuk bangunan vertikal. Kemudian, tren berkembang untuk patio garden atau taman dengan tanaman dedaunan.

"Masuk 2019 tren urban jungle tanaman aroid. Oleh kaum milenial jadi tanaman untuk taman teras," sebutnya.

Penjualan pun tak hanya offline tapi juga online demi meningkatkan interaksi dengan pelanggan. Cara ini makin jamak dilakukan kala pandemi saat terjadi pembatasan sosial. Kemudian, pada tahun 2021 tanaman hias, kata Handry, telah menjadi bagian dari gaya hidup. Tanaman menjadi ornamen design interior.

"Tren untuk 2022 berubah menjadi sebuah fashion, mode," ujar pemilik akun Instagram @hangarden16 ini. 

Adapun tanaman hias endemik Indonesia yang akan menjadi tren ke depan adalah keluarga Raphidopora, yakni Raphidopora megasperma varigata, Raphidopora foraminifera varigata, Raphidopora tetrasperma varigata, dan masih banyak lainnya.

Tangkapan layar paparan Handry Chuhairy dalam Alinea Forum:

Handry beralasan tanaman hias akan menjadi mode karena di habitat aslinya tanaman banyak bermutasi, baik dari bentuk maupun warna. Sama halnya dengan tren fesyen, mutasi-mutasi pada tanaman ini akhirnya membuat perubahan tren berlangsung cepat.

Untuk semakin mempopulerkan tanaman hias endemik Indonesia ini, kata Handry, beberapa tanaman perlu tampil di pameran maupun kompetisi internasional seperti di Thailand. Negeri Gajah Putih itu seringkali menjadi patokan perkembangan tanaman hias di tingkat internasional.

Pemerintah Thailand, menurut dia, juga sangat mendukung bisnis tanaman hias. Pasar Thailand bahkan seringkali menciptakan perubahan tren dengan cepat. Ketika harga suatu spesies tanaman sudah terlampau tinggi, maka tren akan segera bergeser.

"Misalnya Thaumatophyllum disana sudah tinggi lalu mereka pindah ke Colocasia, satu pohon disini cuma Rp1,5 juta disana bisa dihargai Rp200 juta. Ini sudah enggak make sense, enggak worthed sebagai pohon," contohnya.

Kejayaan tanaman lokal

Seiring dengan itu, tambah Hanry, tanaman endemik Indonesia juga mengalami lonjakan permintaan baik dari dalam maupun luar negeri. Tanaman dari Kalimantan Barat misalnya, kini diburu para kolektor dengan harga yang fantastis.

Kalbar sendiri adalah habitat asli araceae seperti Scindapsus, Raphidopora, Homalomena, Schismatoglottis, Alocasia, Colocasia, Amydrium, dan Epripremnum. Tak hanya yang berwarna hijau, tapi juga jenis yang bermutasi dengan corak varigata putih, kuning, maupun marble. 

Tangkapan layar paparan Handry Chuhairy dalam Webinar Alinea Forum:

Handry mengakui belum ada barometer harga tanaman endemik Indonesia. Namun, kini permintaan dengan harga fantastis sudah terjadi bak tsunami. Utamanya, permintaan dari kawasan Asia seperti Vietnam, Thailand, Taiwan hingga negara-negara Eropa dan Amerika Serikat. 

Untuk Raphidopora foraminifera varigata, contoh Handry, harganya mencapai Rp50 juta untuk ukuran kecil. Corak varigata yang sebenarnya merupakan kelainan daun akhirnya menjadi keunggulan tersendiri karena membuat harga melambung. Menurutnya, semua trah varigata itu sudah muncul sendiri di habitat aslinya.

Handry mengaku mempunyai jaringan hunter (pemburu) spesies-spesies tanaman endemik di daerah-daerah Indonesia. "Mereka sudah mata elang dengan lihat pohon dia juga udah tau ini jenis apa. Kita ada tim untuk diskusi ini apa ID-nya (nama latin)," sebutnya.

Sebagai negara yang dilintasi garis khatulistiwa (ekuator), Indonesia masih mempunyai banyak varietas tanaman aroid. Sebut saja di pulau Sumatera, Papua, Kalimantan, dan Sulawesi. Sebagai kolektor sekaligus penjual tanaman, Handry mengaku seringkali ditawarkan banyak jenis trah baru dari seluruh Indonesia.

"Kita tuh belum ter-explore dengan lebih banyak lagi, waktu saya 'megang' Raphidopora tenuis bukan varigata, ada yang berani bayar Rp30 juta. Jadi sebenarnya potensi sampai sekarang pun besar," kisahnya.

Dalam kesempatan yang sama Bupati Landak, Kalimantan Barat Karolin Margret Natasa menyatakan banyaknya potensi tanaman hias endemik seperti di Landak, Kapuas Hulu maupun Putussibau mendatangkan potensi ekonomi bagi masyarakat. Namun, di sisi lain pihaknya melihat pelestarian lingkungan juga menjadi hal penting.

"Kapuas Hulu, Landak, adalah daerah yang kaya akan varietas tanaman karena itu tetap harus kita jaga, agar tanaman-tanaman ini bisa tetap dinikmati anak cucu kita. Namun juga mencari keuntungan ekonomi untuk meningkatkan ekonomi keluarga," kata wanita 39 tahun ini.

Stop pembalakkan liar

Karolin mengharapkan webinar Alinea Forum yang mengangkat keiistimewaan tanaman endemik Kalimantan Barat ini menjadi wadah untuk identifikasi kelompok-kelompok masyarakat yang minat berbisnis tanaman hias. Karolin mengakui masih banyak pembalakkan liar yang mengambil tanaman hias di hutan dengan membabi buta.

"Siapa yang berminat serius kembangkan tanaman hias jangan sampai ambil tanaman sampai satu truk, bagaimana agar bisa dikembangbiakan," pesannya kepada para penjual tanaman dalam Alinea Forum tersebut.

Pihaknya, lanjut Karolin, pernah memburu kawanan hunter yang mengambil tanaman tanpa memperhatikan kelestarian lingkungan. Misalnya, tanaman jenis Alocasia borneosis yang akhirnya merusak habitatnya di hutan Kalimantan.

"Kita jaga agar enggak punah," tambahnya.

Ia mengingatkan Indonesia mempunyai regulasi untuk melindungi beberapa spesies tanaman tertentu yang tercantum dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 106 tahun 2018. Karenanya, regulasi ini bisa menjadi rujukan agar para hunter tidak sembarangan membabat hutan demi alasan ekonomi.

Tumbuhan yang dilindungi menurut Peraturan Menteri LHK 106/2018.
Genus Jumlah spesies
Araceae (talas-talasan) 2
Araucariaceae 1
Arecaeae (palem-paleman) 6
Asteraceae (kenikir-kenikiran) 1
Dipterocarpaceae 1
Fagaceae (pasang-pasangan) 1
Malvaceae (kapas-kapasan) 2
Nepenthaceae (kantung semar) 59
Orchidaceae (anggrek-anggrekan) 28
Rafflesiaceae (bunga rafflesia) 13
Simaroubaceae 1
Taxaceae 1
Thymelaeaceae (gaharu-gaharuan) 1

"Kita punya hutan, lahan, varietasnya, emas hijaunya, ini belum bisa optimal," katanya.

Handry Chuhairy pun mengakui habitat Alocasia di hutan Kalimantan sudah hancur akibat pembalakkan liar. "Saya sangat sedih karena habitat Alocasia di hutan rusak, bahkan transaksi (Alocasia)-nya dalam kiloan karena dianggap umbi. Itu merusak habitat, Alocasia melo badak, beberapa ada di Thailand karena ada pengiriman besar-besaran," sebutnya.

Tangkapan layar spesies Alocasia dalam paparan Handry Chuhairy dalam Alinea Forum:

Karena itu, ia meminta kepada para hunter untuk tidak langsung mengekspor tanaman endemik yang ditemukan sebelum diperbanyak. Bisa jadi, kata dia, jika langsung dijual Indonesia bisa kehilangan trah tanaman yang spesial dan tentunya merusak plasma nutfah yang sudah ada.

"Hutan itu sangat terbatas, jangan membabat hutan hanya untuk kepentingan bisnis semata. Ambil secukupnya lalu diperbanyak," tandasnya.

Perbanyakan tanaman, jelasnya, bisa dilakukan secara vegetatif dengan propagasi jika tanaman minimal mempunyai lima daun. Bisa pula dengan cara generatif yakni dengan menyilangkan bunga untuk menghasilkan biji yang melahirkan hybrid baru.

"Pembiakkan 9-18 bulan setelah beradaptasi, bentuk sudah perform baru rilis ke pasar," sebutnya.

Tangkapan layar racikan media tanam tanaman hias ala Handry Chuhairy dalam Alinea Forum:

Edukasi penjual

Kolektor tanaman hias Tami Andrenari mengaku punya pengalaman buruk saat memesan tanaman endemik secara online. Ibu rumah tangga ini ternyata mendapati tanaman yang dikirim dalam kondisi tidak layak.

"Pernah beli dan enggak tahu mungkin cabutan dari hutan dan gagal," kisahnya dalam Alinea Forum, Selasa (28/9).

Dari situ, pemilik usaha kuliner Tami's kitchen ini pun kapok jika ada yang menawari spesies tanaman asli hutan. "Ada seller yang nawarin bentuknya menyedihkan, aku maunya yang tanian walaupun kecil," tegasnya.

Karenanya, Tami sangat mengharapkan ada edukasi untuk para hunter agar mengembangbiakkan tanaman temuannya terlebih dahulu. Kecintaan ibu beranak satu pada tanaman ini dimulai kala tahun 2017. Saat itu, ia baru saja memutuskan resign dari pekerjaan dan menjadi ibu rumah tangga. Akhirnya, ia lebih memperhatikan halaman rumah agar lebih hijau. Kini, alih-alih sekadar menghijaukan, halaman rumahnya berubah layaknya hutan mini.

"Tapi tanaman jadi stress release, memberikan ketenangan jiwa, ada kepuasan batin juga, pas pagi lihat tanaman nambah pucuknya, sudah mulai belah atau bolong itu sesuatu yang enggak bisa digantikan dengan hobi lain," ujarnya.

Sementara itu, kolektor tanaman hias lainnya, Maudy Koesnaedi pun berpesan agar penjual tanaman hias lebih mengedukasi diri. Terutama untuk mengetahui ID atau nama latin tanaman, karakter tanaman, hingga cara merawatnya.

Pasalnya, ia kerap mendapati seller yang tidak mengetahui dengan jelas tanaman yang dijualnya. "Mungkin ini kalau dijual pakai nama latin yang benar bisa naik kelas," kata pemeran Zaenab di Sinetron 'Si Doel Anak Sekolahan' ini. 

Ibu satu anak ini juga meminta seller memerhatikan dengan serius masalah packing. Tanpa kemasan pengiriman yang baik, tanaman akan rentan rusak. "Nanti yang rugi penjual karena harus ganti, pembeli juga kecewa karena sudah lama menanti, dan tanaman akan rusak," ujarnya yang mulai mengkoleksi tanaman hias gara-gara pandemi.

Ilustrasi Alinea.id/Dwi Setiawan.

img
Kartika Runiasari
Reporter
img
Kartika Runiasari
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan