Studi Microsoft dan IDC terbaru yang berjudul “Unlocking the Economic Impact of Digital Transformation in Asia Pacific”, menunjukkan, 85% pekerjaan di Asia Pasifik akan mengalami transformasi dalam tiga tahun ke depan.
Para responden dalam studi mengatakan, lebih dari 50% pekerjaan akan dipindahtugaskan ke posisi baru dan/atau dilatih ulang dan ditingkatkan keterampilannya untuk transformasi digital.
Menariknya, studi ini menunjukkan, 26% pekerjaan merupakan jenis pekerjaan baru yang diciptakan dari transformasi digital. Hal itu akan mengimbangi 27% pekerjaan yang akan dialihdayakan atau dikerjakan secara otomatis. "Dengan kata lain, dampak teknologi Artificial Intelligence (AI) terhadap lapangan pekerjaan secara keseluruhan akan netral," ucap Direktur Utama Microsoft Indonesia, Haris Izmee, dalam keterangan tertulisnya, Rabu (2/5).
Hal ini merupakan indikasi yang jelas tentang bagaimana cara bisnis mengatur pekerjaan. Bagaimana orang menemukan pekerjaan dan keterampilan yang dibutuhkan untuk mempersiapkan tenaga kerja yang akan berubah secara drastis. Perubahan ini kemungkinan akan meningkat dalam satu dekade ke depan.
Dikarenakan AI terus mengubah sifat pekerjaan. Itulah sebabnya perlu memikirkan kembali pendidikan, keterampilan, dan pelatihan untuk memastikan setiap orang dipersiapkan untuk pekerjaan di masa depan. Serta memiliki akses kepada orang-orang yang akan membuatnya menjadi berhasil.
Hadirnya teknologi AI secara luas menawarkan prospek peningkatan produktivitas dan percepatan inovasi kepada bisnis. Juga memungkinkan masyarakat menjawab tantangan-tantangan yang paling berat dan paling sulit, seperti penyakit, kelaparan, pengendalian iklim, dan bencana alam.
Tidak mengherankan jika AI telah menghadirkan manfaat ekonomi yang nyata bagi berbagai organisasi di Asia Pasifik. AI juga merupakan salah satu bagian terpenting dalam agenda nasional “Making Indonesia 4.0”, yang diluncurkan Presiden Joko Widodo pada bulan lalu. Insiatif Revolusi Industri 4.0 diharapkan dapat menghasilkan transformasi yang pesat dan menyeluruh di Indonesia.
Sebagai contoh, perusahaan pengiriman kontainer global terkemuka OOCL melaporkan bahwa penggunaan AI pada bisnis mereka telah menghemat $10 juta setiap tahunnya, sementara itu Apollo Hospitals di India menggunakan AI untuk membantu memprediksi penyakit jantung di antara setiap pasiennya.
Bank swasta dan milik negara di Indonesia termasuk Bank Central Asia, Bank Mandiri dan Bank Rakyat Indonesia juga telah memulai implementasi teknologi AI untuk memaksimalkan pelayanan pelanggan mereka dengan mengembangkan chat bot virtual pintar.
Lantas seperti apa tanggapan buruh? Presiden Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI), Saepul Tavip, mengharapkan pemerintah melibatkan pekerja untuk merealisasikan agenda industri 4.0 "Kita ingin masyarakat pekerja masuk. Jangan sampai hanya masuk ke hilir saja. Kita ingin mereka juga masuk ke hulu," tutur dia.
Hal itu penting karena serikat pekerja ingin ikut menentukan rancang bangun industri di Indonesia ke depan. Selama ini, pekerja hanya sebagai objek saja, karena industri memerlukan grand desain. Dengan begitu, pekerja tidak akan dirugikan ketika industri 4.0 diterapkan. Misalkan saja, pekerja bisa mempersiapkan diri dengan mengikuti berbagai pelatihan sesuai dengan kebutuhan.