Harga batu bara yang mulai merangkak naik, membuat manajemen PT ABM Investama Tbk. (ABMM) siap mengakuisisi perusahaan tambang pada tahun ini.
Direktur Utama ABM Investama Andi Djajanegara mengatakan, rencana akuisisi perusahaan tambang dilakukan sebagai aksi anorganik perseroan. Dana yang diperoleh dari emisi obligasi global tahun lalu rencananya bakal digunakan untuk mendanai akuisisi.
"Penerbitan global bonds semakin memperkuat ruang ekspansi ABM di industri batu bara. Kami dalam proses akuisisi tambang baru untuk memperkuat bisnis ini dalam jangka panjang," ujarnya saat paparan publik usai rapat umum pemegang saham tahunan (RUPST), Selasa (8/5).
Emiten bersandi saham ABMM itu menerbitkan obligasi global pada 2017 senilai US$350 juta. Emisi surat utang itu membuat ruang pendanaan perseroan kian lebar.
Rencana akuisisi tambang batu bara itu merupakan bagian dari penguatan lini bisnis pertambangan dan penjualan batu bara tahun ini. Kenaikan harga batu bara juga bakal dimanfaatkan untuk memperkuat kinerja keuangan perseroan.
Sejak kuartal II-2016, harga batu bara di pasar global terus menunjukkan tren penguatan. Hal ini didukung oleh berbagai faktor, yang utama antara lain kebijakan China sebagai produsen dan konsumen batu bara terbesar di dunia selama tahun buku 2017 yang mengurangi produksi batu bara domestiknya.
Sementara dari dalam negeri, konsumsi batu bara terus meningkat sejalan dengan beroperasinya sejumlah pembangkit listrik baru berbasis batu bara. Harga Acuan Batu Bara (HBA) tahun 2017 sebesar US$85,9 per metrik ton, meningkat 39% dibandingkan HBA tahun 2016 sebesar US$61,8 per metrik ton.
Sementara itu, mengacu pada Index Newcastle, harga batubara global pada akhir April 2018 sudah menembus level US$100,10 per metrik ton.
“Penguatan harga batu bara yang terus terjadi merupakan momentum yang akan dioptimalkan ABM. Tahun lalu, kinerja perusahaan tumbuh secara positif dan tahun ini kami optimistis hasilnya akan lebih baik lagi,” kata Andi.
Direktur Keuangan ABM Investama, Adrian Erlangga menjelaskan, pada tahun 2017 perseroan membukukan pendapatan bersih sebesar US$690,73 juta, meningkat 16,94% dibandingkan dengan periode sebelumnya US$590,70 juta. Laba kotor meningkat 18,36% dari US$127,91 juta pada 2016 menjadi US$151,39 juta.
Meningkatnya permintaan batu bara secara global juga mendorong volume penjualan batu bara pada 2017 mencapai 7,9 juta ton, naik 25% dari tahun sebelumnya 6,35 juta ton.
Adrian menambahkan, pada tahun ini ABM Investama akan memperkuat posisinya sebagai supply chain batu bara melalui integrasi dan sinergi anak usahanya secara end-to-end. Sinergi ini melibatkan anak usaha di bidang kontraktor tambang, logistik, maintenance services, hingga trading batu bara.