close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Prabowo Subianto. / Antara Foto
icon caption
Prabowo Subianto. / Antara Foto
Bisnis
Selasa, 26 Maret 2019 04:01

Ada nama Prabowo dalam sengketa lahan tambang Churchill di Kaltim

Setelah tujuh tahun, Pemerintah Indonesia kembali menang melawan gugatan perusahaan tambang asing Churchill Mining Plc dan Planet Mining.
swipe

Setelah tujuh tahun, Pemerintah Indonesia kembali menang melawan gugatan perusahaan tambang asing Churchill Mining Plc dan Planet Mining Pty Ltd.

Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly mengatakan, pemerintah berhasil kembali memenangkan perkara arbitrase Internasional di International Centre for Settlement of Investment Disputes (ICSID) saat melawan Churchill Mining Plc dan Planet Mining Pty Ltd.

Menurut Yasonna, dengan adanya putusan ICSID, maka segala upaya hukum yang bisa dilakukan pihak penggugat tertutup.

"Ini sudah final. Tidak ada upaya hukum lain yang bisa mereka lakukan. Itu artinya, kita terbebas dari gugatan US$1,3 miliar (Rp 18 triliun)," kata Yasonna Laoly di Kemenkum HAM, Jalan Rasuna Said, Jakarta Selatan, Senin (25/3).

Atas kemenangan itu, pemerintah Indonesia mendapat ganti rugi biaya perkara (award on cost) dari Churchill Mining Plc dan Planet Mining Pty Ltd senilai US$9,4 juta atau sekitar Rp131,6 miliar.

Sebelumnya, Churchill Mining Plc., dan Planet Mining Pty Ltd., menggugat pemerintah Indonesia atas tindakan pencabutan izin oleh Pemerintah Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur. 

Alasan pencabutan itu lantaran izin yang dimiliki Churchill Mining Plc tumpang tindih dengan Grup Nusantara. Sementara Grup Nusantara, perusahaan yang mayoritas sahamnya dimiliki oleh Prabowo Subianto, memperoleh perpanjangan izin.

Pada sidang pertama yang diselenggarakan di Singapura, pemerintah Indonesia sudah memenangkan gugatan pada 16 Desember 2016. Namun, pihak Churchill mengajukan annulment of the award (permohonan pembatalan putusan). Pemerintah kembali memperoleh kemenangan pada tanggal 18 Maret 2019.

"Ini perjuangan panjang. Ini pertama kalinya Indonesia menang besar dalam gugatan seperti ini dan dapat award yang signifikan," kata Yasonna.

Perkara yang disidangkan di forum arbitrase internasional di Washington D.C. Amerika Serikat disidang oleh para komite yakni Judge Dominique Hascher, Professor Karl-Heinz Böckstiegel dan Professor Jean Kalicki.

Untuk diketahui, pihak Churchill selaku penggugat menuduh pemerintah Indonesia melanggar perjanjian bilateral investasi. Pelanggaran yang dituduhkan adalah melakukan ekspropriasi tidak langsung (indirect expropriation) lantaran dicabutnya kuasa pertambangan atau izin usaha pertambangan eksploitasi (IUP eksloitasi).

Pencabutan itu diklaim Churchill menimbulkan kerugian terhadap investasi yang digelontorkannya. Tidak terima atas pencabutan itu,  Churchill mengajukan gugatan terhadap pemerintah Indonesia senilai Rp18 triliun.

Yasonna menambahkan, dalam persidangan yang berlangsung selama enam bulan itu, pemerintah Indonesia mengajukan bukti-bukti guna mengukuhkan kemenangannya. Pemerintah berhasil menunjukkan surat yang dipalsukan pihak Churchill yang diduga menggunakan mesin autopen.

Bukti tersebut, imbuh Yasonna, memperkuat dalil-dalil hukumnya sehingga diterima oleh tribunal ICSID.

"Terdapat 34 dokumen palsu yang diajukan oleh para penggugat dalam persidangan (termasuk izin pertambangan untuk tahapan general survei dan eksplorasi) yang seolah-olah merupakan dokumen resmi/asli yang dikeluarkan oleh pelbagai lembaga pemerintahan di Indonesia, baik pusat maupun daerah," kata dia.   

Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly. / Antara Foto

RI makin pede

Yasona Laoly mengaku optimistis terhadap gugatan-gugatan internasional yang dilayangkan pihak perusahaan tambang. Optimisme itu didasari keberhasilannya memenangkan gugatan melawan Churchill Mining Plc dan Planet Mining Pty Ltd.

Dia menilai, Indonesia memiliki instrumen hukum yang kuat untuk bertarung dalam perkara-perkara Internasional. Pemerintah menaikkan daya tawarnya agar perusahaan tidak semena-mena saat ingin melakukan investasi di Indoneaia.

"Kemenangan ini memberi pesan khusus bagi investor asing jangan punya iktikad tidak baik. Kalau mau berinvestasi, tidak melihat dulu surat-surat bagaimana. Ini pesan serius kepada mereka. Kalau dulu kita digugat berguguran kita sekarang lebih hati-hati," kata Yasonna.

Yasonna menegaskan, kemenangan melawan Churchill Mining Plc pertanda Indonesia punya aturan main yang adil terhadap investor. Dengan itu pula, menunjukkan pemerintah cukup teliti terkait dengan pengelolaan tambang.

"Bukti bahwa pemerintah Indonesia memiliki kedaulatan dalam pengelolaan di bidang pertambangan," ujar dia.

Selain itu, kemenangan tersebut menegaskan posisi peradilan dalam negeri merupakan peradilan yang terbuka dan tidak bisa diintervensi.

"Bukti bahwa Peradilan Tata Usaha Negara Indonesia merupakan peradilan yang transparan dan berkeadilan, karena sebelumnya Para Penggugat pernah menempuh jalur hukum melalui PTUN hingga putusan Kasasi," ujarnya.

Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum Cahyo Rahadoan Muzhar mengimbau agar investor juga memperhatikan dengan baik perundang-undangan.

"Investor juga harus menaati perundang-undangan kita. Jadi perlindungan itu kita berikan," kata Cahyo.

Lebih jauh dia mengungkapkan, banyaknya gugatan terhadap Indonesia ke arbitrase internasional bukan karena lemahnya sisi aturan. Menurutnya, kemenangan atas gugatan Churchill Mining Plc menandakan bahwa undang-undang cukup baik bagi investor dan tidak ada celah kelemahan sehingga rentan digugat.

"Sejauh ini sih saya rasa celah itu tidak ada ya. Buktinya kita menang gugatan ini," kata Cahyo.

Churchill Mining Plc. / Churchill

Grup Nusantara milik Prabowo

Pada kesempatan terpisah, keberhasilan pemerintah Indonesia melawan korporasi tambang Churchill Mining Plc dan Planet Mining Pty Ltd tidak patut diapresiasi. Kemenangan tersebut merupakan kemenangan elit tambang yang tidak berdampak apapun terhadap masyarakat dan kelestarian lingkungan.

Koordinator Nasional Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Merah Johansyah menyampaikan, proses eksplorasi tambang akan tetap berlangsung, meskipun pemerintah berhasil memenangkan gugatan di arbitrase ICSID.

“Menang kalah, itu (lahan) tetap ditambang. Yang menang itu tetap investor. Masyarakat dan lingkungan tetap saja kalah,” kata Merah kepada Alinea.id melalui sambungan telepon.

Yang membedakan, sambung Merah, jika Churchill Mining Plc kalah dalam sengketa internasional, maka kemenangan bagi investor lokal untuk mengeksploitasi izin lahan pertambangan tersebut.

Merah membeberkan soal awal mula perebutan lahan tambang yang menyebabkan Churchill Mining Plc menggugat ke ICSID. Waktu itu, kata dia, Bupati Kutai Timur Isran Noor memberikan izin konsesi lahan kepada Nusantara Group yang awalnya izin tersebut tumpang tindih dengan Churchill Mining Plc.

Isran Noor mencabut izin Churchill Mining Plc kemudian memperpanjang izin Nusantara Group. Akibat tumpang tindih itu, kedua perusahaan sempat bersengketa di pengadilan sampai pada putusan Kasasi di Mahkamah Agung (MA).

Menurut catatan Jatam, salah satu pemegang saham besar di Nusantara Group adalah Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto yang saat ini tengah berkontestasi menjadi calon presiden nomor urut 02 berpasangan dengan Sandiaga Uno. Prabowo sendiri merupakan pendukung politik dan kolega Isran Noor di Gerindra.

“Itu Churchill perebutan tambang berhubungan dengan kepentingan Isran Noor yang protambang. Soal menggugat Churchill itu, kan sebelum Isran Noor mengeluarkan izin tambang untuk pihak lain (Nusantara Group),” kata Merah.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Indonesia for Global Justice (IGJ) Rachmi Hertanti memuji keberhasilan pemerintah Indonesia.

Rachmi mendorong kemenangan itu dijadikan langkah antisipatif bagi Indonesia saat mengikat kerja sama dan perjanjian investasi internasional. Sebab, pengikatan kerja sama membuka peluang celah gugatan bagi investor.

“Semakin banyak Bilateral Investment Treaty (BIT) atau Comprehensive Economic Partnership Agreement (CEPA) dengan ISDS mechanism semakin membuka eksposure gugatan investor terhadap Indonesia,” ujar Rachmi.

Lebih lanjut dia mengatakan, tata kelola tambang nasional masih semrawut. Persoalan itu membuka celah bagi investor untuk mengajukan gugatan serupa terhadap pemerintah Indonesia.

“Kasus Churchill dan Planet Mining karena pencabutan izin tambang yang tumpang tindih. Ini akibat carut marutnya mekanisme perizinan tambang kita,” ucap Rachmi.

img
Armidis
Reporter
img
Sukirno
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan