Asian Development Bank (ADB) telah menyediakan pembiayaan sebesar US$80 miliar dari 2019 hingga 2030 untuk membantu negara-negara berkembang menanggulangi dampak perubahan iklim.
Selain menanggulangi dampak perubahan iklim, Presiden Asian Development Bank (ADB) Masatsugu Asakawa pun mengatakan, komitmen ADB ini juga untuk mendorong negara-negara di kawasan Asia Pasifik dapat menuju net zero emissions atau emisi bebas karbon.
"Karena keduanya penting untuk pembangunan berkelanjutan dan pertumbuhan ekonomi di masa depan," katanya dalam webinar, Kamis (22/7).
Pasalnya, Asia Pasifik saat ini bertanggung jawab atas lebih dari 50% emisi gas rumah kaca global dan pada saat yang bersamaan kawasan ini mengalami efek yang luar biasa dari dampak perubahan iklim.
Oleh karenanya, untuk menanggulangi dampak tersebut dibutuhkan sinergi dan kerja sama antara pemerintah setempat dengan lembaga-lembaga keuangan internasional baik di sektor publik dan swasta.
"(Sebab) mengimplementasikan ini dalam kondisi saat ini akan menjadi tantangan, terutama karena ruang fiskal terbatas yang dimiliki negara-negara berkembang sebagai akibat dari pandemi," ujarnya.
Asakawa pun menuturkan, sebagai langkah lanjutan dari komitmen ADB untuk membantu negara-negara berkembang dari dampak perubahan iklim pihaknya pun telah berkomitmen untuk menyelaraskan sovereign operation-nya dengan Paris Agreement pada awal Juli 2023.
Selain itu, nonsovereign operations akan diselaraskan dengan Perjanjian Paris sebesar 85% pada 1 Juli 2023 dan penyelarasan sebesar 100% pada 1 Juli 2025.
"Seperti yang kami umumkan awal bulan ini, ADB akan menyelaraskan seluruh sovereign operation kami dengan Perjanjian Paris pada awal Juli 2023," ucapnya.
Sovereign operations sendiri merupakan tindakan lanjutan dari inisiasi proses pengadaan barang, jasa, dan pekerjaan sebelum tanggal efektif perjanjian pembiayaan.
Kemudian, ADB juga akan bekerja sama dengan sponsor utama sektor publik dan swasta untuk mengembangkan mekanisme transisi energi di Asia Tenggara, termasuk Indonesia.
"Ini adalah cara yang adil dan terukur berbasis pasar untuk mempercepat pengistirahatan pembangkit listrik tenaga batu bara, sambil juga memulai pertumbuhan energi terbarukan," ujarnya.