close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Seorang pekerja membuat perabotan furnitur di industri rumahan mebel di Desa Mojowarno, Jombang, Jawa Timur, Jumat (2/2)/ Antara Foto
icon caption
Seorang pekerja membuat perabotan furnitur di industri rumahan mebel di Desa Mojowarno, Jombang, Jawa Timur, Jumat (2/2)/ Antara Foto
Bisnis
Senin, 19 Februari 2018 14:48

Agunan masih menjadi masalah klasik penyaluran KUR

Nilai penyaluran KUR terbilang fantastis, namun KUR masih menuai masalah terkait isu sulitnya akses di kalangan keuangan.
swipe

Sejak dirilis pada tahun 2007, Kredit Usaha Rakyat (KUR) digadang-gadang menjadi program pengentasan kesulitan kalangan usaha menengah kecil mikro (UMKM) dalam mengakses permodalan ke perbankan. Jika mulanya KUR hanya dapat disalurkan oleh enam bank pelaksanaan, kini telah merambah lembaga keuangan non bank dan koperasi. 

Nilai yang disalurkan juga lebih besar dari semula Rp 30 triliun, sekarang naik lebih dari tiga kali lipat hingga Rp 96,71 triliun. Era Presiden Joko Widodo punya misi mendongkrak akses permodalan UMKM, bahkan saat kampanye pada tahun 2014 menjanjikan akan memberikan bantuan dana sebesar Rp 10 juta kepada UMKM, koperasi dan wanita pengusaha. 

Jokowi kala itu berjanji akan memberikan bantuan modal Rp 10 juta kepada pengusaha untuk menaikkan kelas pengusaha. Harapannya dengan memberikan bantuan tersebut, perekonomian tanah air makin membaik. 

Meskipun nilai penyalurannya terbilang fantastis, rupanya KUR masih menuai masalah terkait isu sulitnya akses di kalangan keuangan. Bank dan lembaga keuangan masih mempersoalkan agunan yang terbilang besar. Belum lagi tebang pilih terkait usaha yang dilakukan calon debitur. 

Theo, petani di Humbang Hasudutan Sumatera Utara berkisah sulitnya dirinya mendapatkan pinjaman KUR untuk modal usaha sayuran yang digelutinya. "Bank tanya punya tanah tidak. Saya jawab punya, lalu dimintakan sertifikatnya, saya jawab adanya girik. Bank menolaknya karena alasan posisinya lebih lemah dibandingkan jaminan akta jual beli," tukas Theo kepada Alinea.id.  

Lebih lanjut, Theo mengatakan bahwa bank lebih memilih debitur yang pernah bertransaksi ketimbang debitur baru. Persoalan lain bunga kredit KUR masih dianggap tinggi oleh kalangan UMKM. Seperti diketahui, bunga KUR sebelumnya berkisar 9% kepada debitur. Besaran itu ditetapkan setelah dipotong subsidi oleh pemerintah sebesar 13%. 

Terkait bunga, pemerintah telah mengecilkan bunga hingga 7% pada tahun ini. Tentu hal ini bisa meringankan beban debitur yang selama ini menanggung bunga tinggi. 

Berkaca pada persoalan tersebut, evaluasi terkait program KUR wajib dilakukan oleh pemerintah. Agunan harusnya tidak menjadi isu utama dari sulitnya debitur mengakses KUR, toh ada asuransi kredit dan perusahaan penjaminan yakni Askrindo dan Jamkrindo yang mengkaver risiko kredit. 

Evaluasi program

Di sisi lain, program-program yang dilakukan pemerintah kerap mengabaikan evaluasi. Walhasil, banyak program baru tapi memiliki persoalan yang tetap sama. Tidak terkecuali KUR ini. Selain persoalan di atas, pertanyaannya apakah penyaluran KUR telah tepat sasaran dan dimanfaatkan oleh peminjam dengan baik.  

Pepatah tak kenal maka tak sayang juga menjadi persoalan KUR. Apabila pemerintah serta lembaga keuangan tidak mengenal dan mengetahui pencapaian debitur mereka setelah memanfaatkan KUR. Maka, tolak ukur keberhasilan pemerintah dalam menyalurkan KUR dipertanyakan. Apa iya hanya sebatas nilai penyaluran KUR? 

Pemerintah harus mengetahui apakah debitur mencapai kenaikan omset, laba dan volume usaha peminjam. Sehingga manfaatnya memang benar terasa terutama untuk masyarakat miskin atas akses kredit permodalan. Apabila lembaga keuangan bisa terakses, maka mereka punya kesempatan ke luar dari lingkaran kemiskinan. 

Paling penting adalah sektor yang bisa diakses yakni, pertanian, perikanan dan kelautan yang menyokong program pemerintah. Sebab pada sektor tersebut menjadi backbone pemerintah dalam mendongkrak ekonomi. 

Di sisi lain, mengambil momentum Asian Games, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mendorong agar masyarakat di Palembang untuk dapat memanfaatkan momentum tersebut, yakni sektor pariwisata dan sektor perdagangan. Khusus sektor perdagangan yang lebih memungkinkan karena akan ada arus kas yang lebih cepat kembalinya. 

Direktur Pengawasan Lembaga Jasa Keuangan OJK Kantor Regional 7 Sumatera Bagian Selatan, Sabil mengatakan agar masyarakat setempat diharapkan memanfaatkan momentum tersebut karena dikunjungi sekitar 15.000 atlet dan ofisial."Selain pertanian, perikanan dan kelautan. Terakhir sektor perdagangan," tukas Sabil seperti dikutip Antara

img
Mona Tobing
Reporter
img
Satriani Ari Wulan
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan