Pemanfaatan kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) dinilai bisa meningkatkan efektivitas dan efisiensi penggalangan dana (fundraising) oleh lembaga-lembaga filantropi di Indonesia. Salah satu keuntungannya, mengidentifikasi preferensi dan minat donor potensial lantaran AI membantu personalisasi pesan dan membuat konten yang relevan serta menarik.
CEO Resolve Asia dan praktisi fundraising profesional, Maitra Widiantini, menyampaikan, optimasi AI dalam dunia penggalangan dana meliputi tiga hal. Pertama, pengembangan dan penajaman strategi fundraising.
"Lembaga menerapkan alat analisis data untuk memvisualisasikan data donor, tren penggalangan dana, dan preferensi donor potensial dalam merancang strategi yang lebih cerdas dan menarik," ujarnya dalam webinar "Adaptasi Strategi Fundraising di Era Artificial Intelligence", yang diinisiasi Resolve Asia dan Friendraising.ID serta melibatkan Rumah Zakat dan CenAIang, Kamis (8/6).
Dicontohkannya dengan pengalamannya menyusun strategi dan memperluas target pasar. Dengan memanfaatkan BARD, salah satu alat AI, Maitra memperoleh pendapat kedua tentang strategi yang perlu disusun guna memperkaya dan melengkapi konsep dasar sudah dimiliki.
Kedua, AI memungkinkan peningkatan donasi atau memperbesar peluang pendanaan melalui pengayaan konten, penatalayanan (stewardship) donor, serta prediksi dan analisis donasi. Ketiga, optimasi penggunaan sumber daya penggalangan dana. "Dengan AI, lembaga didorong untuk meningkatkan efisiensi dan kapasitas kerja," kata Maitra.
CEO CEN(AI)ANG sekaligus praktisi AI, Brilliant Yotenega, menambahkan, kian banyak pemanfaatan AI di berbagai bidang. Dicontohkannya dengan perangkat lunak ChatGPT, yang mencapai 1 juta pengguna (user) dalam 5 hari sejak dirilis pada November 2022.
Ega, sapaannya, berpendapat, kehadiran AI juga mengubah pola hidup masyarakat karena multifungsi. "Mulai sebagai asisten virtual, otomatisasi industri dan robotika, pencarian daring dan rekomendasi produk, kendaraan otonom, pengelolaan natural language dan terjemahan, pengenalan wajah dan deteksi emosi, hingga perawatan kesehatan serta diagnosis medik."
Di sisi lain, penggunaan AI juga memunculkan diskursus aspek etika, seperti penggunaan gambar/video yang memanipulasi emosi, tak menghormati preferensi dan keinginan donor, pelanggaran privasi, penggunaan data donor tanpa izin, serta masalah transparansi dan akuntabilitas. "Semua itu," sambungnya, "bermuara pada keharusan adanya pengawasan dan pengendalian dalam pemanfaatan AI."
Sementara itu, CEO Rumah Zakat, Irvan Nugraha, berpendapat, setidaknya 4 manfaat AI berdasarkan pengalaman pihaknya. Yakni, personalisasi dan kecocokan donor, model prediksi donor dan alur penatalayanan donatur yang terotomatisasi, philanthropy advising, serta kampanye penggalangan dana secara daring.
Rumah Zakat, ungkapnya, menggunakan aplikasi CDP (Customer Data Platform)-ZAMS 2.0 untuk rekomendasi dan segmentasi donatur yang jumlahnya mencapai 600.000 orang. "Rumah Zakat juga memiliki fundraising information system yang melibatkan AI, yang amat membantu dalam mempercepat penyajian data serta laporan harian."
Untuk merespons pertanyaan dan kebutuhan pelanggan, Rumah Zakat menggunakan chatbot. Selain itu, tim pemasaran (marketing) memanfaatkan ChatGPT dan Bing untuk menggali ide konten dan pengembangannya.