Akhir drama akuisisi Twitter: Bagaimana nasib burung biru di tangan Musk?
“The bird is freed (sang burung dibebaskan-red),” begitu cuitan miliarder Elon Musk melalui akun Twitter centang birunya, setelah resmi merampungkan proses akuisisi platform media sosial tersebut, pada Kamis (27/10) waktu Amerika Serikat (AS) atau Jumat (28/10). Dengan ini pula, berakhirlah drama panjang akuisisi perusahaan bernilai US$44 miliar atau Rp683 triliun (asumsi kurs Rp15.525 per dolar AS) yang telah berlangsung sejak Maret lalu.
Seperti yang telah diketahui, Musk telah memberikan tanda akan mengakuisisi Twitter sejak awal tahun, dengan mulai mengakumulasi 9% saham media sosial berlogo burung biru ini pada 5 April 2022. Barulah kemudian CEO Tesla.Inc itu mengungkapkan rencana pembelian Twitter dengan nilai US$444 miliar atau US$54,20 per lembar saham.
Bak gayung bersambut, rencana Musk pun disetujui oleh oleh Twitter pada 25 April. “Transaksi yang diusulkan akan memberikan premi tunai yang substansial dan kami percaya ini adalah jalan terbaik bagi pemegang saham Twitter,” kata Ketua Dewan Independen Twitter Bret Taylor dalam sebuah pernyataan, dikutip Alinea.id, Kamis (17/11).
Namun, pada Juli, Musk secara sepihak membatalkan proses akuisisi. Alasannya, manajemen Twitter tidak jujur mengenai jumlah pengguna bot dan akun palsu pada platform tersebut. Pembatalan sepihak ini lantas berujung tuntutan hukum Twitter terhadap Musk. Rencananya, sidang dari tuntutan tersebut akan dilaksanakan pada pertengahan Oktober.
Belum sempat masuk proses persidangan, Musk kembali berubah pikiran dan memutuskan untuk melanjutkan pembelian media sosial dengan jumlah pengguna aktif secara global mencapai 830 juta ini.
Mengutip Reuters, Musk berjanji akan menyediakan US$46,5 miliar (Rp721,9 triliun) dalam ekuitas dan pembiayaan utang untuk akuisisi, yang mencapai US$44 miliar dan biaya penutupan. Dari total nilai akuisisi yang sebesar US$44 miliar tersebut, US$13 miliar di antaranya didapatkan dari pinjaman bank, termasuk Morgan Stanley, Mitsubishi UFJ Financial Group Inc (MUFG) dan Societe General, Bank of America, Barclays, Mizuho, dan BNP Paribas.
Sedangkan sisanya yang sebesar US$33,5 miliar berasal dari komitmen ekuitas Musk, termasuk 9,6% saham Twitter milik pendiri SpaceX ini yang senilai US$4 miliar (Rp62,1 triliun) dan US$7,1 miliar (Rp110,23 triliun) yang diperoleh dari investor sekuritas seperti pendiri Oracle Corp Larry Ellison dan Pangeran Arab Saudi Alwaleed bin Talal. Sebagai imbalan atas bantuannya dalam menyuntikkan dana kepada Musk, investor-investor ekuitas ini dijanjikan bakal menjadi pemegang saham di bawah kepemimpinan Musk.
Selain dari dua skema pembiayaan tersebut, Musk juga merogoh kantongnya sendiri hingga US$27 miliar atau sekitar Rp419 triliun untuk memuluskan aksi akuisisi ini. Dus, akuisisi ini pun menjadi aksi take private terbesar keempat dalam sejarah keuangan dunia.
Perlu diketahui, take private sendiri merupakan aksi pembelian saham di suatu perusahaan yang telah dimiliki publik oleh perseorangan atau kelompok swasta. Tak heran, jika dengan aksi korporasi ini, Twitter akan segera menjadi perusahaan tertutup dan delisting dari bursa saham AS Wall Street atau New York Stock Exchange.
Ikut tanggung utang
Sementara itu, Direktur Panin Asset Management Rudiyanto menilai, jika ditelisik lebih jauh ada yang menarik dari skema pembiayaan dalam aksi akuisisi ini, yakni adanya pinjaman dari perbankan yang mencapai US$13 miliar. Dalam hal ini, ada skema Leveraged Buy Out (LBO) dalam pembelian platform sosial media yang didirikan pada 2006 tersebut.
Mengutip Investing.com, LBO adalah akuisisi perusahaan lain menggunakan sejumlah besar uang pinjaman atau utang untuk memenuhi biaya perolehan. Di mana aset perusahaan yang diakuisisi sering digunakan sebagai jaminan untuk pinjaman, bersama dengan aset perusahaan yang mengakuisisi. Aset tersebut bisa berupa obligasi (surat utang) maupun pinjaman.
<blockquote class="twitter-tweet"><p lang="in" dir="ltr">Banyak yg bisa dipelajari dari Cerita Twitter dibeli Elon Musk<br><br>Mulai dari <br>- Musk mau beli, petinggi Twitter menolak<br>- Musk batal, Twitter gugat ke pengadilan spy jadi<br>- Akhirnya jadi, tapi ada PHK massal dan centang biru berbayar<br><br>Yg ga banyak dibahas, Leveraged Buy Out (LBO) <a href="https://t.co/UdnDhL7itM">pic.twitter.com/UdnDhL7itM</a></p>— Rudiyanto (@Rudiyanto_zh) <a href="https://twitter.com/Rudiyanto_zh/status/1589837473508896769?ref_src=twsrc%5Etfw">November 8, 2022</a></blockquote> <script async src="https://platform.twitter.com/widgets.js" charset="utf-8"></script>
“Jadi pihak pembeli dalam hal ini Elon Musk menjaminkan aset dia, kemudian ditambah aset yang mau dibeli sebagai jaminan utang. Akibatnya, perusahaan yang dibeli (Twitter-red) jadi berhutang,” kata Rudiyanto, kepada Alinea.id, Sabtu (12/11).
Dengan begitu, rasio utang perusahaan yang dibeli dengan skema LBO juga akan mengalami peningkatan lantaran utang untuk akuisisi tersebut dicatat sebagai pinjaman perusahaan. Karena itu juga lah, biaya bunga yang ditanggung perusahaan akan semakin besar.
Tidak hanya itu, jika perusahaan yang dibeli gagal dan mengalami kebangkrutan, risiko kebangkrutan pun akan ditanggung oleh sindikasi yang menyediakan pinjaman. “Berbeda dengan dengan LBO pada umumnya, di mana posisi utang lebih besar, dalam kasus pengambilalihan Twitter ini porsi ekuitas lebih besar. Tapi tetap saja US$13 miliar ini jumlah yang besar untuk ukuran AS,” imbuhnya.
Apalagi, pinjaman sebesar US$13 miliar tersebut praktis masuk ke dalam laporan keuangan Twitter. Di saat yang sama, layanan jejaring sosial dan mikroblog daring ini juga harus menghadapi pembayaran bunga dengan total hampir mencapai US$1,2 miliar dalam 12 bulan ke depan.
Pembayaran ini melebihi pendapatan Twitter yang pada kuartal-II 2022 hanya senilai US$1,18 miliar. Capaian ini turun 1% dibanding periode yang sama di tahun sebelumnya yang mencapai US$1,19 miliar dan turun 2,03% dibandingkan kuartal-I 2022 yang sebesar US$1,2 miliar.
“Tapi namanya utang, tentu ada bunga. Apalagi utang dari LBO disamakan dengan utang non-investment grade. Dari perkiraan pasar, bunga utang tersebut akan berkisar antara 10%-16% per tahun,” beber Rudiyanto.
Hal ini lah yang membuat Twitter harus menanggung bunga pinjaman sebesar US$1,3-2 miliar atau sekitar Rp20-30 triliun per tahun. Padahal, tahun lalu platform buatan Jack Dorsey, Noah Glass, Evan William, dan Biz Stone ini telah dibebani biaya bunga sebesar US$50 juta (Rp775 miliar).
“Karena utang besar ini lah yang kemudian menjadi pemicu perusahaan untuk melakukan perampingan biaya dengan melakukan PHK (pemutusan hubungan kerja-red) kepada 50% karyawan mereka,” katanya.
Di saat yang sama, Musk bersama manajemen Twitter yang baru juga harus memutar otak untuk segera meningkatkan pendapatan perusahaan. Apalagi, selama satu dekade terakhir Twitter hanya mampu mencatatkan keuntungan pada 2018 dan 2019 saja, yang masing-masing senilai US$1,2 miliar dan US$1,5 miliar.
Tidak heran, kalau setelah ini Elon Musk bakal melakukan lebih banyak lagi perubahan untuk meningkatkan pendapatan Twitter. “Dari sisi perbankan yang menyediakan pinjaman sindikasi LBO juga dapat membungkus ke dalam produk investasi yang dijual kepada investor untuk menurunkan risiko kebangkrutan atau kerugian yang lebih besar,” lanjut Rudiyanto.
Hal ini pun diamini oleh Pengamat Media Sosial Enda Nasution. Dia bilang, jika menilik kinerja Musk di tiga perusahaan sebelumnya, Paypal, SpaceX dan Tesla hampir tidak mungkin pebisnis asal Afrika Selatan itu akan mengantarkan Twitter ke dalam kejatuhan.
Tertinggal jauh
Sebaliknya, bisa jadi Musk melakukan perubahan-perubahan ekstrem pada Twitter untuk menjadikan platform media sosial ini lebih baik sekaligus meningkatkan pendapatan perusahaan yang sampai saat ini masih sering merugi ketimbang mencatatkan keuntungan.
“Padahal kalau dibandingkan dengan Youtube dari Alphabet, Facebook dan Instagram dari Meta Group, dan TikTok, Twitter itu media sosial yang paling strategis dalam artian dia paling banyak dipakai oleh orang-orang penting, seperti pemimpin negara untuk menyampaikan kebijakan baru atau lainnya,” kata Enda, saat dihubungi Alinea.id, Kamis (17/11).
Hal inilah yang menurutnya menjadikan Twitter potensial dan akhirnya dibeli oleh pendiri Zip2 tersebut. Namun, jika melihat pendapatan Twitter, media sosial berwarna biru muda ini jauh lebih sedikit dibandingkan empat pesaingnya tadi.
Perlu diketahui, pertengahan Agustus lalu Alphabet Inc mengumumkan bahwa Youtube mencatatkan pendapatan sebesar US$7,34 miliar pada kuartal-II 2022. Angka itu tumbuh 4,8% dibandingkan periode yang sama di tahun sebelumnya (year on year/YoY).
Sedangkan pendapatan Facebook pada kuartal-II 2022 tercatat mencapai US$28,8 miliar, turun 1% dari tahun sebelumnya. Pun demikian dengan induk perusahaannya Grup Meta yang mengalami penurunan pendapatan sebesar 1% menjadi US$28,82 miliar. Adapun aplikasi berbagi video pendek TikTok berhasil mengantongi pendapatan senilai US$1,64 miliar, naik 18,81% dibandingkan kuartal sebelumnya.
“Dengan masuknya Musk, bukan hanya sebagai pemilik Twitter, tapi juga sebagai CEO atau dalam hal ini dia menjalankan sendiri perusahaan ini sebagai pembuat kebijakan tertinggi, saya kira akan ada banyak perubahan di masa depan nanti,” imbuh Enda.
Perubahan-perubahan pada media sosial berlambang burung ini pun telah terlihat dari pertama kali Musk masuk ke perusahaan sebagai pemimpin perusahaan. Perubahan yang dibawa Musk antara lain, mulai dari melengserkan para eksekutif tertinggi Twitter, seperti CEO Parag Agrawal, CFO Ned Segal, Kepala Urusan Hukum dan Kebijakan Vijaya Gadde. Selain itu, Musk juga memberhentikan sekitar 3.700 karyawan atau sekitar 50% dari jumlah karyawan Twitter dengan dalih penurunan pendapatan media sosial tersebut.
Kemudian, Musk juga memberlakuan tarif bulanan sebesar US$8 atau sekitar Rp125.000 bagi pemilik akun centang biru. Harga ini, kata manajemen termasuk untuk verifikasi centang biru, prioritas verifikasi dalam balasan, mention, pencarian, dan bisa mengunggah video atau audio yang lebih panjang.
Di masa depan, Musk berencana membentuk dewan moderasi konten dengan sudut pandang lebih beragam. Nantinya, dewan moderasi akan bertanggung jawab pada setiap keputusan terkait konten utama. Selain itu, dewan ini juga dapat memutuskan pemulihan akun melalui sidang.
Selain itu, Musk saat ini tengah menjajaki kemungkinan penerapan biaya tampilan video. Nantinya, dengan fitur ini orang yang mem-posting video bisa menarik biaya pada pengguna lain untuk membayar video yang dilihatnya. Di saat yang sama, perusahaan bisa juga mengambil bagian keuntungan dari kebijakan ini.
Gelombang deaktivasi akun
Selanjutnya Musk berharap agar ke depan pengunjung yang mengunjungi halaman beranda akan diarahkan langsung ke halaman jelajah yang menampilkan berita-berita yang sedang tren. “Ini memang perubahan yang sangat besar. Enggak heran kalau banyak yang menentang. Banyak pengiklan yang keluar, dan orang-orang mendeaktifkan akunnya,” lanjut Enda.
Benar saja, mengutip MIT Technology Review, platform nonpartisipan Bot Sentinel menganalisis bahwa ada lebih dari 3,1 juta akun dan aktivitasnya sehari-hari di Twitter. Namun, ada lebih dari 877 ribu akun pengguna yang sudah tidak aktif (deactivated).
Tidak hanya itu, pada periode 27 Oktober 2022 hingga 1 November 2022, usai Musk membeli Twitter ada lebih dari 497 ribu pengguna yang ditangguhkan (suspended). Sementara sebanyak 11.535 akun terpantau deactive atau tutup. Jumlah ini, dikatakan Founder Bot Sentinel Christopher Bouzy telah berkurang hingga 208% sejak seminggu sebelum Musk masuk ke Twitter.
“Kami percaya peningkatan akun deactive ini merupakan bentuk protes dari mereka yang kecewa karena Elon Musk membeli Twitter,” katanya dalam pernyataannya yang dikutip Alinea.id, Jumat (18/11).
Selain pengguna, Twitter juga diperkirakan akan kehilangan pengiklan-pengiklan besar. Sebut saja Volkswagen, produsen mobil asal Jerman yang juga terbesar di Eropa yang telah cabut dari platform itu pada Senin (7/11) lalu. Setelah sebelumnya General Motor, Mondelez International, hingga Pfizer melakukan tindakan serupa, menyusul kekhawatiran para pengiklan tersebut akan kebijakan pelonggaran moderasi konten. Dengan kebijakan yang bakal diterapkan Musk di masa depan ini, mereka khawatir akan semakin banyak konten negatif di Twitter.
“Tapi di sisi lain, mungkin ini langkah terbaik yang dipikirkan Musk untuk memperbaiki Twitter,” kata Enda.
Hal ini merujuk pada pernyataan Musk sebelumnya yang menyatakan bahwa pihaknya ingin menjadikan Twitter sebagai platform periklanan yang paling dihormati. Di saat yang sama, Musk juga mengatakan bahwa niatnya membeli Twitter bukan semata-mata karena keuntungan dan uang, namun lebih pada keinginannya untuk memiliki platform publik yang bisa dipercaya oleh pengguna secara maksimal dan inklusif secara luas.
Tidak hanya itu, mengutip Washington Post, alasan lain Elon Musk beli Twitter adalah ingin menghadirkan Twitter sebagai platform untuk kebebasan berbicara. Dalam sebuah wawancara Musk menyatakan bahwa bagi dirinya, Twitter merupakan wadah yang sangat penting untuk berbagai sudut pandang. Itu sebabnya ia ingin menanamkan persepsi kepada orang-orang bahwa mereka memiliki hak untuk berbicara secara bebas, namun tetap dalam batas-batas hukum yang berlaku.
“Dan untuk mencapai ini dibutuhkan waktu tidak cukup hanya seminggu atau sebulan. Butuh waktu lama. Terlepas dari apakah nanti Twitter akan mencatatkan keuntungan atau malah sebaliknya, menurut saya ini risiko dan ini mungkin sudah dipersiapkan oleh Musk,” tutup pengamat IT tersebut.