Rencana Bank of Tokyo Mitsubishi UFJ Ltd. (MUFG) menggabungkan usaha (merger) anak usahanya, PT Bank Nusantara Parahyangan Tbk. (BNP), dengan PT Bank Danamon Indonesia Tbk. dinilai akan berdampak positif bagi industri jasa keuangan.
Pengamat perbankan Batara Simatupang mengatakan aksi merger dengan BNP merupakan cara Bank Danamon bertumbuh secara anorganik dengan konsep bersinergi.
Seperti diketahui, ini bukan pertama kali Danamon melakukan merger. Sebelumnya bank Danamon pernah merger dengan sembilan bank pasca krisis tahun 1998.
"Danamon punya cukup punya kapasitas untuk merger, tentunya dari BPN ada sesuatu yang bisa membuat Danamon mau merger atau ada sesuatu yang menguntungkan dan bisa membuat sinergi yang lebih baik lagi," kata Batara saat dihubungi Alinea.id, Rabu (23/1).
Menurutnya, bank asing yang akan melakukan merger wajib mengakuisisi minimum dua bank buku 1 atau bank dengan modal inti sampai dengan kurang dari Rp 1 triliun. Sementara, untuk mencaplok bank dalam negeri hanya mengakuisisi satu bank dengan kategori buku 1.
Aturan ini tertulis di Peraturan Bank Indonesia 14/26/PBI/2012 tentang kegiatan usaha dan jaringan kantor berdasarkan modal inti bank.
“Artinya dengan aturan itu, bila bank kategori buku 1 mau survive, kudu nambah modal atau merger atau diakuisi sehingga minimal menjadi bank kategori buku 2," katanya.
Lebih lanjut, kata dia, konsekuensi merger atau akuisisi ini akan merubah peta perbankan ke depan. Bank-bank akan berusaha menaikkan modal agar bisa naik kelas dari buku 1 ke buku 2. Sehingga, selain modal naik, rasio beban operasional terhadap pendapatan operasional (BOPO) juga bisa turun.
“Karena bank yang buku 1, umumnya untuk survive mengenakan tingkat suku bunga lebih besar dari tingkat suku bunga pasar, jadi BOPOnya cenderung lebih tinggi,” katanya.
Laporan akuisisi Danamon
Terpisah, Deputi Komisioner Pengawas Pasar Modal II OJK Fakhri Hilmi mengatakan proses merger antara Bank Danamon dan BNP masih tahap awal. Fakhri mengaku OJK baru saja menerima dokumen merger tersebut.
"Dokumen baru saja disampaikan ke OJK dan kami akan telaah sesuai aturan. Karena ini masih dalam proses, apalagi proses nya masih awal banget, jadi belum bisa berkomentar banyak," kata Fakhri saat dihubungi Alinea.id.
Sebelumnya, Danamon telah menyampaikan Ringkasan Rancangan Penggabungan Usaha (RRPU) ke Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Selasa (22/1). Bank Danamon bakal menjadi surviving entity atau entitas yang dipertahankan.
Dalam RPPU itu tercantum rencana bisnis perusahaan terkait merger kedua bank tersebut oleh MUFG sebagai pengendali pemegang saham. Sehingga, Bank MUFG akan menguasai 72,78% saham bank hasil merger tersebut.
Porsi saham tersebut dihitung dengan asumsi Asia Financial Ltd selaku pemegang 33% saham Bank Danamon dan PT Hermawan Setral Investama selaku pemegang 11,54% saham BNP bakal menggunakan haknya untuk menjual saham kepada MUFG dalam proses merger.
Pengamat Perbankan Paul Sutaryono mengatakan, kegitan merger sejatinya memiliki dampak positif dan negatif bagi industri jasa keuangan.
Paul menyebut, dampak positif yang terjadi menyebabkan jumlah bank semakin sedikit. Hal ini tentunya akan mendorong OJK untuk lebih ketat dalam melakukan pengawasan terhadap bank. Dengan demikian, akan menekan potensi risiko kasus-kasus perbankan.
"Dampak negatifnya ada juga. Hal itu bisa terjadi ketika merger tak kunjung selesai sehingga bisa mempengaruhi harga saham bank di bursa," pungkasnya.