Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian Dody Widodo menyatakan, Indonesia tidak memerlukan importasi gerbong kereta rel listrik (KRL) untuk memenuhi peremajaan armada. Ini karena industri kereta api nasional telah mampu memproduksi semua kebutuhan kereta di dalam negeri.
“PT Industri Kereta Api (INKA) bisa membuat itu semua. Kenapa kita harus impor gerbong kereta api bekas dari Jepang? Katanya bangga beli buatan Indonesia. Bangladesh saja membeli produk kereta kita sampai Rp1,3 triliun,” ujar Dody dikutip dari Kantor Berita Antara, Senin (27/2).
Seperti diketahui, PT Kereta Commuter Indonesia (PT KCI) yang bertanggung jawab mengelola armada KRL, berencana melakukan peremajaan 10 rangkaian armada kereta di 2023 dan 16 rangkaian di 2024, sehingga totalnya 348 unit kereta. Dari jumlah tersebut, Kemenperin mendorong adanya perencanaan untuk periode penggantian atau peremajaan setiap gerbong kereta yang beroperasi di Indonesia.
“Kalau mendadak pasti sukar, seharusnya kan sudah direncanakan jauh-jauh hari dan memberi kesempatan kepada industri dalam negeri untuk berproduksi,” ucap Dody.
Jika ketersediaan kereta bisa dipenuhi oleh industri kereta api dalam negeri, maka hal tersebut mampu menggeliatkan dan menggerakkan perekonomian nasional.
“Kapan lagi kita bangga akan buatan kereta dalam negeri? Jangan terus BUMN, jadi bisa impor dan impor! Tolong berhenti untuk pemikiran seperti itu,” kata dia.
Dody juga menambahkan, adanya Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia (BBI) seharusnya bisa lebih digencarkan lagi tanpa terkecuali. Apalagi jika produk yang dibutuhkan telah mampu diproduksi oleh industri dalam negeri.
“Bagaimanapun kita harus bangga dengan industri dalam negeri. Hal ini perlu diimplementasikan secara nyata melalui tindakan dalam mengambil keputusan,” ucap Dody.
Seperti diketahui, sebagai upaya peremajaan armada KRL Jabodetabek, PT KCI berencana mempensiunkan 10 rangkaian kereta di 2023 dan 16 rangkaian kereta di 2024. Untuk menggantinya, PT KCI memesan kereta ke PT Industri Kereta Api (PT INKA).
Namun PT INKA belum bisa merealisasikan ketersediaan kereta yang dibutuhkan di 2023 dan 2024 walaupun PT KCI dan PT INKA telah menandatangani MoU. Sehingga ini membuat PT KAI meminta izin ke Kementerian Perhubungan (Kemenhub) untuk bisa melakukan pengadaan lewat impor kereta bekas dari Jepang.
Namun belakangan Dirjen ILMATE Kemenperin tidak merestui rencana PT KAI impor kereta bekas. Hal itu kemudian direspons oleh Managing Partnert PH&H Public Interest Group Agus Pambagio. Agus menilai, hal ini berpotensi mengganggu pelayanan KRL Jabodetabek yang kemungkinan tidak mampu mengangkut sektar 200.000 penumpang tiap harinya.
“Lalu bagaimana nasib 200.000 penumpang per hari yang nantinya tidak terangkut KRL Jabodetabek? Kekacauan di Stasiun Manggarai karena salah mendesain posisi eskalator dan lif yang menimbulkan penumpukan penumpang saja sudah membuat Presiden marah. Bagaimana kalau 200.000 penumpang lebih per hari yang menumpuk? ” kata Agus dalam keterangannya, Senin (27/2).
Agus menyampaikan, surat tanggapan Dirjen ILMATE berfungsi sebagai surat rekomendasi untuk Dirjen Perdagangan Luar Negeri (Daglu) Kementerian Perdagangan (Kemendag), untuk melakukan impor KRL bekas pakai yang diminta oleh PT KCI.
“Tanpa surat rekomendasi tersebut, importasi KRL belum bisa dilakukan. Supaya Dirjen ILMATE segera merespons surat Dirjen Daglu, saya telah menghubungi langsung beberapa pejabat tinggi terkait (Kemenko Perekonomian, Kemenperin, dan Kemendag) supaya proses birokrasi pemberian rekomendasi dipercepat karena kebutuhan yang mendesak,” ujarnya.
Agus menilai, PT KCI harus segera mencari jalan keluar agar memperoleh pengganti armada yang akan dipensiunkan, apalagi di tengah kondisi keterbatasan dana karena belum diizinkannya kenaikan tarif KRL. Ia juga mempertanyakan jika PT INKA menghadapi kendala dalam penyediaan armada, sehingga mundur ketersediaan kereta dari 2025.
“Apakah KRL yang uzur ini tetap harus dijalankan dengan hazard atau tingkat bahaya yang tinggi? Atau bagaimana?” tanya Agus.
Sebagai informasi, dalam pemenuhan armada KRL, untuk kereta baru dibutuhkan waktu 34 bulan (setelah kontrak). Sedangkan armada KRL bekas hanya perlu waktu 12 bulan (setelah kontrak). Adapun jumlah total unit KRL yang dibutuhkan hingga akhir 2024 sebanyak 348 kereta, yang ketersediaannya bisa diisi dengan kereta baru atau bekas. Ini tergantung mana yang lebih cepat dan masuk dalam anggaran PT KCI.