Pemerintah belum lama ini mengeluarkan Paket Kebijakan Ekonomi XVI untuk menstimulus investasi masuk ke Indonesia. Pemerintah mempunyai alasan mengeluarkan Paket Kebijakan Ekonomi sebelum berlangsungnya gelaran Konferensi Tingkat Tinggi G-20 di Buenos Aires, Argentina.
Sekretaris Kemenko Perekonomian, Susiwijono Mugiarso, mengatakan Paket Kebijakan Ekonomi ke-16 sudah diperhitungkan sejak awal November 2018. Meski para investor masih menunggu hasil KTT G-20, namun pemerintah tak bisa menahannya terlalu lama. Sebab, saat ini adalah momentum untuk kembali menumbuhkan perekonomian nasional.
“Pemerintah tidak bisa menunggu sampai dilakukannya KTT G-20. Oleh sebab itu, paket kebijakan ini pun diluncurkan,” kata Susiwijono di Jakarta pada Kamis, (29/11).
Menurut Susiwijono, melalui Paket Kebijakan Ekonomi tersebut, ada beberapa yang sudah menunjukkan hasilnya, yakni sudah adanya aliran dana yang masuk (capital inflow) sehingga memperkuat Rupiah terhadap Dollar AS. Kemudian di sektor mopneter sudah mual ada peningkatan suku bunga.
“Hitungan kami, kenaikan suku bunga masih belum optimal mendorong inflow masuk. Mungkin efektifnya menahan agar outflow tidak terlalu banyak. Oleh karena itu, kami keluarkan Paket Kebijakan Ekonomi XVI kemarin,” ujarnya.
Susiwijono mengatakan, pemerintah optimistis investasi di Indonesia saat ini sudah lebih menarik. Hanya, tinggal memaksimalkan dari segi implementasinya. Terlebih perang dagang antara Amerika Serikat dan China masih terus berlanjut, hal ini tentu membuat para investor di China mulai memperhitungkan negara berkembang sebagai alternatif untuk berinvestasi.
“Ini kita combine, kepastian bidang usaha, insentif fiskal, dan perizinannya. Ya sebenarnya sudah cukup menarik, cuma ada persaingan dengan negara lain. Kalau dengan Vietnam mereka lebih agresif,” tuturnya.
Dalam waktu dekat, kata dia, Menko Perekonomian sudah mengusulkan untuk saat ini setidaknya sektor pariwisata bisa didahulukan ketimbang sektor lainnya untuk mendulang investasi. Sementara sektor industri tentu membutuhkan waktu.
“Kalau industri perlu waktu, kita harus diskusi kalau memindahkan mesin, bawa impor bukan barang baru juga ada larangan. Tapi kalo wisata cepat dan nilainya juga luar biasa. Kita harus sesuaikan kebijakan dengan potensi yang kita mau tarik tadi," ujarnya.
Namun demikian, kata Susiwijono, untuk mengimplementasikannya juga tak mudah. Mengingat, tidak menutup kemungkinan negara lain melakuan usaha yang sama.