Ambisi ketahanan pangan dan ancaman kerusakan lingkungan
Presiden Prabowo Subianto menempatkan swasembada pangan sebagai kebijakan prioritas. Pemerintah akan mengandalkan lumbung pangan atau food estate dengan mencetak sawah baru dan mengembangkan kawasan padi. Merauke menjadi salah satu lokasi pelaksanaan program untuk ketahanan pangan itu.
Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman, dalam keterangan, mengatakan Kabupaten Merauke memiliki potensi besar sebagai lumbung pangan dengan konsep pertanian modern. Pencapaian swasembada pangan akan dilakukan melalui beberapa program, yaitu cetak sawah seluas 3 juta hektare (ha) dalam waktu tiga hingga empat tahun, pompanisasi, optimasi lahan, dan rehabilitasi jaringan irigasi tersier serta dukungan alat mesin pertanian (alsintan) untuk mempercepat proses tanam hingga panen.
Pada tahun 2024, pemerintah telah menyelesaikan tahap pertama program optimasi lahan rawa seluas 40.000 hektare di Kabupaten Merauke. Saat ini 35.000 hektare sudah ditanami, dan 5.000 hektare lainnya dalam proses olah lahan untuk segera ditanami.
“Program ini ditargetkan dapat meningkatkan Indeks Pertanaman (IP) hingga mencapai IP 300 dan produktivitas tanaman pangan,” katanya.
Rencana strategis berikutnya adalah melaksanakan program cetak sawah seluas 1 juta hektare secara bertahap di Kabupaten Merauke, dengan dimulainya lahan percontohan atau demonstration plot (demplot) di Kawasan Sentra Produksi Pangan seluas 20 hektare di Distrik Wanam sebagai model.
“Demplot ini berfungsi sebagai sarana percontohan bagi petani di Distrik Wanam, agar dapat meningkatkan produktivitas pertaniannya,” ujar Amran.
Amran bilang modernisasi pertanian di Kabupaten Merauke menjadi kunci dalam mewujudkan swasembada pangan. Pertanian skala luas seperti di Merauke membutuhkan alat mesin pertanian seperti traktor, rice transplanter, pompa air, dan combine harvester untuk meningkatkan efisiensi dan hasil panen.
Nasib lingkungan dan masyarakat adat
Sayangnya, sejak dicanangkan menjadi lokasi Proyek Strategis Nasional (PSN) pangan dan energi, hampir setiap hari terjadi pembongkaran hutan di beberapa wilayah di Merauke. Selain proyek cetak sawah baru dan optimalisasi lahan, PSN di Merauke juga ada proyek pengembangan perkebunan tebu dan bioetanol.
Guru Besar Ekologi dari Institut Pertanian Bogor (IBP), Damayanti Buchori mengatakan kondisi PSN di Merauke menunjukkan adanya kemunduran bahkan pemusnahan terhadap ekosistem kehidupan hutan. Kualitas hidup pun dinilai semakin berkurang karena kapitalisme yang radikal.
“Jadi kita lihat di Merauke ini bukan land use change (perubahan penggunaan lahan), melainkan destroyment, hilang. Ekosistem jelas hilang. Jadi ini lebih drastis daripada land use change,” ucapnya.
Kondisi itu berbeda dengan program serupa yang dilakukan di kawasan Sumatera yang menggunakan land use change. Dia mengaku pernah meneliti wilayah tersebut. Hasilnya, skema ini seakan memberikan kesempatan bagi kehidupan alam untuk mengadaptasi perubahan baru.
Setiap serangga yang hidup pun menyesuaikan diri untuk bisa hidup dengan perubahan yang ada secara perlahan.
Menurut Damayanti, kondisi di Merauke mengesampingkan kondisi alam. Kehidupan alam kalah dengan kapitalisme yang selalu terdorong dengan uang untuk eksploitasi alam.
“Semoga Indonesia masih bisa diselamatkan. Semoga Papua bisa diselamatkan dan kita bisa mendapatkan kekayaan tanpa harus eksploitasi,” katanya.
Yayasan Pusaka Bentala Rakyat—organisasi nirlaba bidang lingkungan hidup dan perlindungan masyarakat adat—dalam briefing paper pada September 2024 mengenai PSN di Merauke, seperti dikutip bbc.com, mengingatkan potensi berulangnya kegagalan proyek lumbung pangan. Proyek pengembangan pangan dan energi di Merauke dianggap serupa dengan Merauke Integrated Food and Energy Estate (MIFEE) yang dikerjakan pada era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 2010.
Yayasan menjelaskan, belajar dari pengalaman MIFEE di Merauke dan Kalimantan Tengah, menunjukkan resolusi proyek food estate dengan penggunaan lahan dan alih fungsi hutan skala luas berbasis korporasi, modal besar, teknologi, mekanisasi dan manajemen organisasi modern, justru menimbulkan rangkaian permasalahan. Mulai dari perampasan lahan, akuisisi lahan dan konsentrasi penguasaan lahan pada segelintir pemilik modal, terjadi eksploitasi buruh, deforestasi, kekeringan dan bencana ekologi yang berulang dan meluas.
Belum lagi soal gizi buruk dan kesulitan pangan, indikasi korupsi, kekerasan dan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) dengan korban penduduk asli dan orang kampung di sekitar proyek, demikian menurut Yayasan Pusaka.
Ketua Forum Solidaritas Merauke, Simon Petrus Balagaize mengatakan masyarakat baru mengetahui program ini pada kisaran bulan Mei-Juli. Proyek dilakukan di beberapa titik, bahkan di wilayah yang sebelumnya sudah pernah digunakan untuk program serupa. Salah satunya, di Distrik Kurik yang pernah dilakukan tanam padi pada tahun 2015 oleh Presiden Joko Widodo seluas ribuan hektare, tapi gagal.
Menguntungkan korporasi
Program itu juga disebut hanya menguntungkan korporasi ketimbang masyarakat lokal. Proyek cetak sawah dikelola perusahaan swasta Jhonlin Group milik Andi Samsudin Arsyad, atau lebih dikenal sebagai Haji Isam.
Direktur Yayasan Pusaka Bentara Rakyat, Franky Samparente mengaku tak heran dengan keterlibatan Haji Isam. Apalagi, beberapa orang di kabinet diisukan dekat dengan Haji Isam, seperti Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurofiq yang merupakan bekas Kepala Dinas Kehutanan Kalimantan Selatan.
“Beberapa hari kinerja Prabowo ini membicarakan swasemabda pangan dan energi sebagai dasar pengembangan proyek ini yang melibatkan korporasi," katanya.
Demikian juga dengan proyek pengembangan tebu dan bioetanol yang dinilai dikuasai oleh sejumlah perusahaan besar.