Perusahaan agen atau biro haji dan umrah di Indonesia mengalami kerugian hingga triliunan rupiah. Hal ini menyusul kebijakan pemerintahan Arab Saudi yang menangguhkan izin sementara umrah sebagai langkah mengantisipasi coronavirus (Covid-19).
Ketua Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Joko Asmoro, menerangkan, kerugian yang dicapai perusahaan agen atau biro haji adalah Rp2,5 triliun. Kerugian itu dihitung sebulan setelah pemerintah Arab Saudi mengeluarkan kebijakan penangguhan sementara.
"Kerugiannya itu dari penjualan dalam satu bulan ini," kata Joko dalam sebuah diskusi di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (1/3).
Penangguhan ini juga berimbas pada kerugian yang dialami oleh tenaga kerja di suatu biro. Akumulasi daripada kerugian tersebut bisa dihitung dari jumlah pembeli paket perjalanan umrah yang rata-rata dikenai biaya standar sebesar Rp20 juta. Rata-rata terdapat 100.000-150.000 jemaah perbulan yang membeli paket.
"Alhamdulillah mereka (jemaah) memahami. Yang sulit adalah yang sudah keburu terbang, tetapi enggak sampai umrah. Terus juga yang udah sampai selesai umrah tetapi enggak bisa balik," terang dia.
Berdasarkan catatan asosiasinya, Joko memaparkan setidaknya ada 50.000 masyarakat yang telah memperoleh visa, tetapi 2.300 di antaranya tidak dapat berangkat ke Makkah. Bahkan, sebanyak 1.685 orang telah berada di negara-negara transit.
Namun Joko menerangkan telah melangsungkan pertemuan dengan pemerintah, dalam hal ini Kementerian Agama (Kemenag), maskapai, serta stakeholders lain, guna menyelesaikan masalah ini. Khususnya mengenai langkah refund atau pengembalian dana dan penjadwalan ulang.
"Kalau penjadwalan ulang, agen travel sedang berupaya meminta Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Arab Saudi untuk melonggarkan kebijakan pembuatan visa. Agar kiranya untuk pemilik visa elektronik ini untuk reschedule dan tidak dikenakan biaya kembali karena biayanya cukup mahal sekitar US$200- US$300," urai Joko.