Koreksi Indeks harga saham gabungan (IHSG) diproyeksi masih berlanjut hingga mencapai level 5.800 akibat kondisi global.
Direktur Investa Saran Mandiri Hans Kwee menjelaskan dari sisi teknikal, IHSG masih berada dalam tren penurunan. Sebab, rencana kenaikan US treasury diproyeksi bakal membuat investor kembali memindahkan dana ke Amerika Serikat.
"Dari sisi teknikal, IHSG masih ada potensi tertekan sampai 5.800. Kalau sudah ke level itu, baru akan ada kenaikan demand," ujarnya saat dihubungi Alinea.id, Kamis (26/4).
Saat IHSG tertekan, dia menyarankan untuk memilih saham-saham pada sektor infrastruktur seperti JSMR, SMGR, dan TLKM. Kemudian saham konstruksi seperti WIKA, WSKT, PTPP, WTON, ADHI, dan ASII.
Kondisi penurunan IHSG dapat menjadi peluang bagi investor yang jeli. Pelaku pasar harus mampu memperpanjang horizon waktu investasi 2-3 tahun untuk kemudian membeli portofolio secara bertahap.
Amerika guncang dunia
Koreksi IHSG tidak terjadi sendirian. Sejumlah lantai bursa dunia juga turut memerah. Bahkan, IHSG sempat turun 3% dan akhirnya terkoreksi 2,81% ke level 5.909,19.
Hans Kwee mengaku kaget dengan koreksi yang cukup dalam pada IHSG. Sebab, koreksi IHSG sudah berlangsung dalam beberapa hari terakhir ketika Indeks Dow Jones sudah rebound lantaran kinerja korporasi yang positif.
Tekanan terhadap bursa emerging market terjadi lantaran imbal hasil (yield) obligasi negara Amerika Serikat melonjak ke level 3%, tertinggi dalam 4 tahun terakhir. Investor melepas portofolio saham di bursa emerging market untuk kemudian berpindah ke pasar obligasi.
"Di pasar Asia, investor akan melepas obligasi negara dan pindah ke AS. Alasan kenaikan yield government bonds adalah Fed Fund Rate naik agresif. Ingat, AS memotong pajak membuat defisit melebar. Rencana AS menerbitkan banyak surat utang, membuat yield harus naik agar diminati," kata dia.
Kondisi itu membuat nilai tukar dollar AS menguat terhadap hampir seluruh mata uang dunia. Kurs rupiah harus menyerah terhadap dollar AS. Bank Indonesia harus intervensi di pasar valuta asing untuk mengamankan rupiah.
BI mengguyur cadangan devisa demi membuat rupiah lebih tenang. Triliunan rupiah yang dikeluarkan oleh bank sentral belum mampu menjinakkan tren koreksi mata uang Garuda.
Tekanan kepada lantai bursa dan kurs rupiah diakui bukanlah dari dalam negeri maupun fundamental ekonomi domestik. Gejolak di pasar modal dan valas diakibatkan oleh faktor global yang terjadi di seluruh dunia. "Kita tidak bisa menolak," kata dia.
Meski IHSG meninggalkan level psikologis 6.000, sambungnya, Indeks telah naik cukup banyak dalam beberapa waktu terakhir. Koreksi saat ini terbilang wajar lantaran price to earning ratio (PER) IHSG 6.000 itu sudah mencapai 19 kali.
Terlebih lagi, kata dia, saat IHSG menyentuh level 6.600, PER terlalu mahal bila dibandingkan dengan bursa regional. Koreksi IHSG saat ini, membuat PER kembali normal dan terbilang berada pada harga wajar.
Pada perdagangan Kamis (26/4), IHSG ditutup anjlok 2,81% ke level 5.909,19 terendah sejak akhir tahun lalu. Bahkan, IHSG sempat terkoreksi 3% meninggalkan level psikologis 6.000 pada level 5.894,15.
Koreksi IHSG terjadi saat bursa saham di kawasan regional ditutup bervariasi. Indeks Nikkei Jepang menguat 0,47%, indeks Strait Times Singapura naik 0,08%, indeks Kospi naik 1,1%, indeks KLCI Malaysia naik 0,02%, indeks Shanghai China turun 1,35%, indeks Hang Seng Hong Kong turun 1,06%, dan indeks SET Thailand turun 0,21%.
Pelaku pasar cukup ramai dengan transaksi mencapai 11,72 miliar lembar saham dengan nilai Rp8,92 triliun. Penurunan IHSG membuat kapitalisasi pasar alias market capitalization turut merosot ke level Rp6.566 triliun.
Tekanan IHSG hari ini membuat koreksi sejak awal tahun semakin dalam mencapai 7,02%. Begitu pula dengan Indeks LQ45 yang hari ini merosot 3,57% dan memperdalam koreksi 12,61% year-to-date (ytd).
Jebloknya IHSG terjadi seiring keluarnya pelaku pasar asing dari lantai bursa. Investor asing mencatatkan aksi jual bersih Rp1,3 triliun dan mempertebal capaian net sell sejak awal tahun menjadi Rp32,95 triliun.