Otoritas Jasa Keuangan (OJK) baru saja meluncurkan instrumen layanan urun dana berbasis teknologi atau securities crowdfunding (SCF) pada Senin (4/1).
Menurut Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso, hadirnya SCF akan meningkatkan pendalaman pasar modal di masyarakat, karena memberikan alternatif sumber pendanaan yang cepat, mudah, dan murah bagi generasi muda dan UKM yang belum bankable, khususnya UKM mitra pemerintah.
Analis Senior CSA Institute Reza Priyambada menilai, proses edukasi instrumen SCF ke investor ini harus terus dilakukan oleh otoritas terkait. Dia juga memandang, perangkat hukum dari SCF harus bisa mewadahi seluruh aspek dan proses transaksi SCF tersebut.
"Dari sisi tingkat pemahaman, proses edukasinya harus terus dan kontinu dilakukan. Lalu, penanganan dan penyelesaiannya dari aspek hukum, termasuk jika ada pelanggaran, mesti jelas, hukum dan tindakannya," kata Reza saat dihubungi, Selasa (5/1).
Edukasi yang kontinu tersebut perlu dilakukan, mengingat SCF merupakan instrumen baru. Apalagi model dan strategi investasi investor untuk instrumen ini tidak bisa disamakan dengan strategi investasi di saham.
"Investor harus teliti pihak yang memperdagangkan equity crowdfunding tersebut," ujar dia.
Apabila semua berjalan sesuai dengan koridornya disertai etika dan pemahaman yang baik, maka SCF bisa menjadi salah satu alternatif bagi UKM untuk memperoleh pembiayaan. Potensinya besar, mengingat sektor UKM ini banyak jumlah maupun ragamnya.
Sebagai informasi, dalam POJK Nomor 57/POJK.04/2020 tentang Penawaran Efek Melalui Layanan Urun Dana Berbasis Teknologi Informasi (Equity Crowdfunding) disebutkan bahwa regulasi ini memberikan kemudahan bagi UKM untuk berpartisipasi dalam memanfaatkan industri Pasar Modal. Yakni dengan memperluas efek yang ditawarkan selain bersifat ekuitas (saham) juga bisa efek bersifat utang dan atau sukuk.
Selain itu, juga memperluas kriteria penerbit (issuer) dari yang sebelumnya adalah badan hukum berbentuk PT, sekarang boleh berbadan hukum koperasi, maupun yang tidak berbadan hukum seperti persekutuan perdata, firma, atau persekutuan komanditer.
Untuk membangun dan mengawasi perkembangan SCF, OJK sudah menetapkan Aludi sebagai asosiasi layanan urun dana untuk menjaga ekosistem industri layanan urun dana yang sehat, dengan merumuskan code of conduct dan melakukan pengawasan implementasi dan menertibkan anggotanya.
Selain melalui SCF, untuk meningkatkan kepercayaan investor, OJK akan mengimplementasikan Dana Kompensasi Kerugian Investor (Disgorgement Fund) yang merupakan upaya OJK untuk melindungi hak investor yang dirugikan.