Kebijakan menstop impor gula pada 2025 perlu mempertimbangkan ketersediaan stok di dalam negeri. Minimnya pasokan dan tingginya permintaan bisa menimbulkan kenaikan harga.
Dalam rapat terbatas dengan beberapa menterinya, di Istana Negara, Jakarta, Senin (30/12/2024) sore, Presiden Prabowo Subianto memerintahkan jajaran menterinya untuk menyetop impor pangan, termasuk gula di 2025.
Guru Besar Fakultas Pertanian IPB University Dwi Andreas Santosa mengatakan kebijakan gula dihantui oleh masalah data yang tidak akurat. Meski produksi gula nasional diklaim meningkat pada 2019-2023, impor juga terus bertambah.
Indonesia bahkan memiliki predikat importir gula terbesar di dunia. Data Departemen Pertanian AS (USDA) menunjukkan, impor gula Indonesia tahun 2022/2023 mencapai 5,8 juta ton, naik dari tahun 2021/2022 yang mencapai 5,46 juta ton. Indonesia menempati posisi pertama importir gula dunia, disusul China yang mengimpor 4,4 juta ton pada periode 2022/20223.
Adapun data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan impor gula pada 2022 mencapai rekor tertinggi 6 juta ton, sementara pada 2023 turun menjadi 5 juta ton.
Jika pemerintah memaksakan tidak mengimpor gula pada 2025, Andreas bilang, harga gula akan melonjak tajam karena produksi domestik belum mencukupi kebutuhan.
“Keputusan memangkas impor gula pada 2023 telah menyebabkan kenaikan harga," ujar Dwi Andreas kepada Alinea.id, Selasa (7/1).
Sementara, harga gula konsumsi pada awal tahun telah merangkak naik jika dibandingkan dengan posisi akhir tahun lalu.
"Saya sarankan agar seluruh data pangan pokok diserahkan kepada BPS agar lebih akurat. Jika tidak ada impor, diperkirakan akan ada kekurangan gula konsumsi sebesar 800.000 ton,” tambah Dwi.
Pengamat Pertanian dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Khudori mengatakan konsumsi nasional terus meningkat seiring bertambahnya jumlah penduduk.
"Jika pemerintah tetap ingin tidak mengimpor gula, ada potensi lonjakan harga di pasar karena produksi domestik belum stabil," ujarnya.