PT Angkasa Pura II (Persero) menerapkan konsep General Aviation untuk menjadi daya tarik baru pariwisata Indonesia. Dalam implementasi ini Angkasa Pura II akan didukung Kementerian Pariwisata dan pemerintah daerah.
Menteri Pariwisata Arief Yahya mengatakan saat ini kelemahan Indonesia dalam menarik wisatawan asing hanya dari sisi akses. Sementara untuk atraksi budaya dan amenities perhotelan semuanya sudah memadai.
“Wisatawan asing mau datang ke Indonesia itu 70% menggunakan angkutan udara, jadi harus diakui bahwa kita memiliki keterbatasan akses untuk menjangkau destinasi wisata yang sulit dijangkau dengan moda darat atau laut,” kata Arief Yahya dalam seminar di Banyuwangi, Jawa Timur, Sabtu (27/7).
Padahal dari sisi kapasitas bandara yang dikelola perusahaan negara seperti Angkasa Pura (AP) II, masih ada excess capacity slot penerbangan yang bisa dimanfaatkan di bandara-bandara yang berada di daerah pemilik destinasi wisata yang indah seperti Banyuwangi.
“Perusahaan-perusahaan yang tumbuh besar sekarang ini adalah yang mampu mengkapitalisasi excess capacity yang dimilikinya dengan konsep sharing economy. Oleh karena itu saya mendukung upaya AP II untuk menjadi pionir pengelolaan bandara untuk General Aviation,” katanya.
Senada dengan Arief Yahya, Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas juga mengaku tertarik dengan konsep General Aviation yang dicetuskan AP II. Menurut Azwar, pengelolaan Bandara Internasional Banyuwangi oleh AP II secara profesional telah membantu daerah yang dipimpinnya menjadi lebih mudah untuk dikunjungi wisatawan lokal maupun asing.
“General Aviation ini sesuatu yang baru bagi Pemda. Karena Banyuwangi diapit oleh tiga taman nasional yang sangat indah jika dilihat dari atas oleh wisatawan,” kata Azwar Anas.
Ide awal dan kesiapan AP II
President Director AP II Muhammad Awaluddin menyatakan untuk mengembangkan konsep General Aviation di Indonesia ini, perusahaan akan menjadikan Bandara Banyuwangi sebagi pilot project
“Presiden Jokowi sendiri telah mencanangkan industri pariwisata sebagai core economy baru negara ini, dengan bantuan dari sektor lain,” kata dia.
Secara terminologi General Aviation memiliki arti pemanfaatan bandara-bandara untuk keperluan apapun yang berkaitan dengan sektor kedirgantaraan, kecuali militer. Jika diterjemahkan, General Aviation adalah layanan penerbangan umum yang mencakup berbagai jenis aktivitas komersial dan non-komersial. Jenis pesawat yang digunakan dalam General Aviation meliputi pesawat eksperimen, pesawat sport ringan, dan jet sangat ringan yang tidak digunakan oleh maskapai penerbangan.
Director of Engineering & Operation AP II Djoko Murjatmodjo menambahkan, perusahaannya sangat siap menjadikan General Aviationsebagai daya tarik baru wisatawan.
Menurut dia, selain Banyuwangi, ada beberapa bandara yang dikelola AP II sangat cocok untuk digunakan untuk General Aviation, salah satunya Bandara Silangit di Sumatera Utara.
“Kalau ada wisatawan yang punya waktu pendek tapi mau melihat keindahan Danau Toba dan Pulau Samosir, bisa terbang dengan pesawat kecil kesana lalu kembali lagi ke bandara. Bandara Tanjung Pinang, Aceh, dan Nias pun demikian. Adanya permintaan seperti ini yang mendorong kami meningkatkan utilisasi bandara untuk mendukung pariwisata” kata Djoko.
Dalam dua tahun terakhir, AP II sudah menanamkan investasi Rp250 miliar untuk meningkatkan kapasitas runway demi bisa melayani penerbangan pesawat berbadan besar. Dalam waktu dekat, perseroan akan menambah investasi Rp300 miliar untuk pengembangan terminal.
“Kami ingin Banyuwangi ini jadi bandara khusus untuk wisata. Rencana itu akan lebih lengkap kalau ada daya tarik wisata dari General Aviation,” jelasnya.
Kendala regulasi
Meski demikian, untuk bisa menjadikan General Aviationsebagai daya tarik wisata, Direktur Keselamatan, Keamanan dan Standarisasi AirNav Indonesia Yurlis Hasibuan mengingatkan ada beberapa standard keselamatan yang harus dipenuhi pelakunya.
“Misal, untuk yang ingin melakukan penerbangan malam baik untuk latihan atau wisata harus melengkapi standard kelengkapan pesawat demi menjamin keamanan. AirNav mendukung General Aviation, namun regulasinya harus menyesuaikan,” kata Yurlis.
Sementara Marsekal Madya TNI (Purn) Eris Heriyanto, seorang pilot yang menggeluti dunia General Aviation mengakui ada banyak destinasi wisata yang bisa dijangkau dengan pesawat kecil. Sehingga rencana AP II untuk mengembangkannya perlu didukung semua pihak.
“Termasuk dari sisi pajak PPNBM yang kalau ditotal dengan biaya lainnya, untuk membeli satu pesawat kecil itu biayanya bisa kena pajak 100% alias dua kali lipat dari harga aslinya. Selain itu operator bandara juga harus memastikan berbagai jenis BBM untuk pesawat kecil tersedia di bandara,” jelas Eris.
Serap tenaga kerja
Direktur Utama FlyBest Flight Academy Capt. Dharmadi, memiliki catatan tersendiri sendiri setuju konsep General Aviation segera dimulai di Indonesia. Ia mengacu pada Amerika Serikat (AS) yang sudah sangat lama merasakan manfaat ekonomi dari General Aviation.
“Di AS itu ada 4.000 bandara yang melayani General Aviation. Anda tahu berapa jumlah penumpangnya? 166 juta orang,” kata mantan Presiden Direktur AirAsia Indonesia tersebut.
Dharmadi menyebut penerapan General Aviationjuga bisa jadi solusi penyerapan tenaga kerja, karena akan banyak dibutuhkan pilot, tenagaground handling, mekanik, sampai menumbuh kembangkan sekolah-sekolah pilot.
Chairman Aircraft Owners and Pilots Association of Indonesia (AOPA-ID) Imron Siregar mengatakan, gagasan AP II untuk menjadikan General Aviation pendorong pariwisata merupakan yang pertama di Indonesia. Ia menyebut, ada 2 juta pekerja terserap General Aviation di AS sehingga jika diterapkan di Indonesia bisa lebih tinggi dari itu jumlah pekerja yang dilibatkan.
“Semoga tahun depan Indonesia bisa bikin event air rally dengan gagasan awal ini,” kata Imron.