close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi deflasi. Foto Freepik.
icon caption
Ilustrasi deflasi. Foto Freepik.
Bisnis
Senin, 14 Oktober 2024 19:32

Apakah deflasi lima bulan beruntun bakal membawa Indonesia ke jurang resesi?

Deflasi merupakan refleksi dari aktivitas ekonomi Indonesia yang dimulai dari penurunan permintaan akibat penurunan daya beli.
swipe

Indonesia mengalami deflasi pada September 2024. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, deflasi sebesar 0,12% pada September. Dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) turun dari 106,06 pada Agustus menjadi 105,93 di September.

Menariknya, yang terjadi pada September 2024 ini, menjadi bulan kelima beruntun terjadinya deflasi. Selain itu, level deflasi pada September lebih dalam dibandingkan Agustus. 

Tren deflasi ini, dimulai pada Mei 2024 dengan deflasi kecil sebesar 0,03%. Diikuti 0,08% pada Juni, 0,18% pada Juli, 0,03% pada Agustus, dan 0,12% pada September.

Deflasi merupakan refleksi dari aktivitas ekonomi Indonesia yang dimulai dari penurunan permintaan akibat penurunan daya beli. Hal itu, pada akhirnya menyebabkan perlambatan pertumbuhan ekonomi.

Pertanyaannya adalah, apakah deflasi yang terjadi lima bulan berturut-turut itu akan membawa Indonesia ke jurang resesi?

Direktur Ekonomi Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda, saat dimintai pendapatnya, menyebut, deflasi bisa saja menyebabkan resesi, tetapi kemungkinannya sangat kecil. Kalaupun terjadi, tingkatannya masih rendah. Soalnya secara umum, kondisi ekonomi Indonesia masih baik.

"Risiko terjadi resesi cukup rendah karena tidak ekstrem. Tetapi perlambatan ekonomi bisa saja terjadi,” katanya kepada Alinea.id, Senin (14/10).

Menurutnya, resesi bisa terjadi ketika permintaan masyarakat turun drastis karena sebelumnya harga-harga melonjak tajam. Resesi di 1998 misalnya, terjadi setelah sebelumnya terjadi hyperinflasi dari sisi biaya seperti nilai tukar jeblok, yang menyebabkan harga sulit dijangkau. 

Sedangkan pada saat ini, deflasi didorong dari sisi permintaan, yang pada akhirnya membuat permintaan barang-barang secara umum menjadi lemah. Walaupun pada akhirnya akan sama-sama menyebabkan perlambatan pertumbuhan ekonomi. 

Selain itu, resesi akan lahir jika deflasi terjadi selama satu tahun penuh. Indonesia sendiri beruntung. Selalu ada momen inflasi terjadi pada hari raya tertentu. Kondisi inilah yang membuat deflasi turun dan tidak akan sampai satu tahun. 

“Saya rasa jika kondisi deflasi terjadi selama satu tahun penuh mungkin bisa menyebabkan resesi. Tetapi tampaknya deflasi gak terjadi satu tahun penuh. Ada kalanya langsung menjadi inflasi ketika permintaan meningkat karena kenaikan pendapatan, misalkan ketika momen Lebaran,” jelasnya. Karena itulah, inflasi diyakini akan mulai naik pada November. Tepatnya menjelang perayaan natal dan tahun baru. 

Untuk itu, ada baiknya pemerintah lebih berhati-hati dalam mengeluarkan kebijakan. Jangan sampai menambah beban masyarakat yang menyebabkan semakin melemahnya daya beli. Hal itu diamini oleh peneliti senior INDEF Tauhid Ahmad.

Taufik menyebut, daya beli masyarakat akan semakin rendah karena tanggung jawab keuangan yang ditaruh pada pundak setiap orang semakin besar. Pasalnya, masyarakat sudah cukup banyak menanggung beban seperti harga pangan dan properti yang kerap naik. Belum lagi, harga bahan bakar minyak (BBM) yang kerap melonjak setiap tahun. Kondisi ini akan mendorong masyarakat untuk menahan berbelanja.

Pernyataan Tauhid didukung oleh data dari Mandiri Institute, yang melaporkan bahwa per September 2024, proporsi nilai belanja untuk supermarket terus mengalami kenaikan secara konsisten sejak Mei 2024 dan saat ini berada di angka 24,2%. Belanja untuk supermarket hanya ditujukan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, terutama pangan.

Sementara porsi belanja untuk restaurant, household (rumah tangga), dan fesyen cenderung mengalami penurunan. Hal ini menegaskan bahwa masyarakat memang lebih mementingkan urusan perut dan mengurangi porsi belanja lainnya.

Maka dari itu, ia mengingatkan, sebaiknya pemerintah tidak menambah beban masyarakat dengan harga BBM maupun tarif transportasi. Setidaknya, sampai akhir tahun ini.

Kemudian ketika di awal tahun, pemerintah harus mengkaji perihal kenaikan upah. Tentunya, langkah ini untuk menunjang daya beli masyarakat. Kajian dalam diperlukan agar tidak merusak ekosistem bisnis.

“Daya beli harus ditingkatkan dengan memperkuat belanja sosial. Kemudian cost masyarakat seperti KRL jangan naik dulu, BBM jangan naik dulu, tunda sampai perbaikan kondisi pada akhir tahun,” harapnya.

img
Immanuel Christian
Reporter
img
Hermansah
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan