Terbitnya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja dinilai banyak pihak cukup mengejutkan. Salah satunya Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) yang menilai Perppu tersebut terbit di luar dugaan.
Kendati demikian, Ketua Umum Aindo, Hariyadi Sukamdani menilai perppu yang terbit secara mendadak ini bisa dipahami dunia usaha. “Kita cukup surprise dengan terbitnya perppu ini. Tetapi semoga bisa dikelola dengan baik,“ kata Hariyadi saat konferensi pers terkait Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja, di kantor Apindo, Selasa (3/1).
Hariyadi mengaku perlu waktu lebih lama untuk memahami dokumen Perppu yang memiliki ketebalan lebih dari seribu halaman tersebut. Namun Apindo untuk saat ini menyoroti substansi perppu pada klaster ketenagakerjaan, tanpa mengabaikan klaster lainnya.
“Klaster ketenagakerjaan ini sangat luas mendapat perhatian berbagai pihak. Klaster lainnya akan ditinjau lebih lanjut secara terpisah,” ujarnya.
Pada klaster ketenagakerjaan, Hariyadi menyampaikan terdapat beberapa pengaturan yang berubah secara substansial, yaitu pada formula penghitungan Upah Minimum (UM) dan pengaturan alih daya.
Anggota Komite Regulasi dan Hubungan Kelembagaan Apindo Susanto Haryono menilai, formula penghitungan UM pada Perppu Nomor 2 Tahun 2022 cenderung memberatkan dunia usaha. Pasalnya, perppu tersebut mempertimbangkan pertumbuhan ekonomi, inflasi, dan indeks tertentu.
Sedangkan UU Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja, formula perhitungan UM hanya memuat variabel pertumbuhan ekonomi atau inflasi. Perubahan ini terdapat pada Pasal 88 D ayat 2.
“Pada Perppu 2 Tahun 2022 ini ada perubahan di area variabel formula yang tadinya berupa pertumbuhan ekonomi atau inflasi, di sini terjadi perubahan menjadi kumulatif. Maksudnya bukan ‘atau’ lagi, tetapi berubah jadi pertumbuhan ekonomi, inflasi, dan indeks tertentu,” tutur Susanto.
Selain itu juga ada Pasal 88F yang menjadi pasal baru dalam Perppu 2 Tahun 2022.
“Ini merupakan pasal baru. Di mana ada pengaturan pemerintah dalam keadaan tertentu dapat menetapkan formula pengupahan upah minimum yang berbeda dengan formula penghitungan upah minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88D ayat (2),” kata Susanto menambahkan.
Lebih lanjut, Susanto juga bilang terdapat perubahan krusial yaitu pada pengaturan alih daya. Pada Undang Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, pengaturan alih daya pada Pasal 64 telah dihapus atau tidak dibatasi lagi. Namun pada Perppu Nomor 2 Tahun 2022, kembali muncul dengan adanya pembatasan.
“Pengaturan alih daya yang diubah. Di mana pada perppu menyebutkan bahwa pemerintah menetapkan sebagian pelaksanaan pekerjaan alih daya, yang dikhawatirkan kembali ke spirit Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan,“ ujar Susanto.Padahal, alih daya diperlukan agar terciptanya ekosistem yang sehat dan fleksibel untuk menarik investor dalam menciptakan lapangan kerja. Sehingga pembatasan alih daya justru akan membuat tujuan tersebut sulit dicapai.