Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) mengklaim tak dilibatkan pemerintah dalam penyusunan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang–Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja. Bahkan, terkejut dengan terbitnya alas hukum pengganti UU Nomor 11 Tahun 2020 ini yang dinilai mendadak.
Ketua Umum APINDO, Hariyadi Sukamdani, menambahkan, pihaknya juga tidak dilibatkan dalam pengesahan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 18 Tahun 2022 tentang Penetapan Upah Minimum Tahun 2022.
"Kita enggak diundang. Kita juga sedih, tiba-tiba muncul gitu saja. Ya, kita kaget. Waktu Permenaker 18/2022, kita juga enggak diajak ngomong. Ya, sudah, ini juga perjalanan kita untuk jadi lebih mature, lebih matanglah menghadapi yang begini-begini," tutur Hariyadi dalam konferensi pers terkait Perppu Cipta Kerja di Kantor APINDO, Jakarta, pada Selasa (3/1).
Menurut Hariyadi, pemerintah seharusnya melibatkan seluruh pihak terkait, seperti pemberi kerja dan pekerja, dalam membahas perppu ini. Dengan demikian, keputusan yang dihasilkan tak merugikan salah satu pihak.
"Ini lucu. Kita yang ngasih kerjaan, kita yang ngasih gaji, kita enggak diajak ngomong, tiba-tiba main putus saja. Jadi, ya, sudah. Setahu saya, sepengetahuan kami, teman-teman pengusaha lain juga enggak ada yang diajak bicara, sih," ungkap.
Di sisi lain, APINDO menyoroti substansi Perppu Cipta Kerja klaster ketenagakerjaan. Dicontohkan dengan perubahan formula penghitungan upah minimum (UM) dan pengaturan alih daya (outsourcing).
Hariyadi bilang, sudah saatnya pejabat pemerintah, baik pusat maupun daerah, tidak lagi memolitisasi isu ketenagakerjaan, khususnya pengupahan.
"Isu ketenagakerjaan ini tidak ada relevansinya dengan elektabilitas. Itu sudah kenyataan dan terjadi berkali-kali. Maka, saya selalu ingatkan ke teman-teman politisi, 'Sudah, deh, jangan masuk ke ranah ini karena ranah ini begitu diacak-acak, yang rugi itu masyarakat,'" paparnya.
"Teman-teman politisi tidak pernah berpikir secara matang. Dia pikir, isu upah ini akan mendongkrak relevansinya," imbuhnya.
Formula tentang pengupahan diatur dalam Pasal 88D Perppu Cipta Kerja. Isinya, "Formula penghitungan upah minimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempertimbangkan variabel, pertumbuhan ekonomi, inflasi, dan indeks tertentu".
Beleid tersebut dinilai memberatkan dunia usaha karena mempertimbangkan pertumbuhan ekonomi, inflasi, dan indeks tertentu. Sementara itu, UU Cipta Kerja hanya mencakup satu variabel: pertumbuhan ekonomi atau inflasi.
Jika dunia usaha merasa keberatan, investasi yang masuk diklaim bersifat padat modal. Imbasnya, naiknya nilai investasi tak berkorelasi positif dengan peningkatan penyerapan tenaga kerja, justru kian sedikit bahkan menyusut.