Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif, menegaskan komitmen pemerintah dalam upaya percepatan proses transisi energi hingga 2023. Transisi energi dinilai menjadi urgensi yang harus dipersiapkan tiap negara demi menekan emisi gas rumah kaca dan menahan laju kenaikan suhu global.
Hal itu disampaikannya saat menghadiri 13th Session of the Assembly of the International Renewable Energy Agency (IRENA) di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab.
Diungkapkan Arifin, pemerintah tengah melakukan berbagai upaya transisi energi. Upaya tersebut di antaranya percepatan pengembangan Energi Baru Terbarukan (EBT), pengakhiran operasional lebih dini Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), cofiring biomassa pada PLTU, program mandatori biodiesel 30%, dan pengembangan jaringan listrik supergrid.
"Ini langkah nyata untuk menuju Net Zero Emission pada 2060 atau lebih cepat, sekaligus sebagai dukungan Indonesia pada United Nations Climate Conference COP28 untuk memastikan program yang sudah berjalan sesuai dengan yang direncanakan," kata Arifin dalam keterangannya di laman resmi Kementerian ESDM, Senin (16/1).
Arifin menuturkan, pemerintah Indonesia juga tengah menyiapkan payung hukum untuk memberikan kepastian usaha yang kondusif di sektor EBT. Hal ini dilakukan agar peningkatan utilisasi pengembangan industri EBT dan perekonomian nasional dapat berjalan sesuai ketentuan.
Lebih lanjut, Arifin menyinggung peran Asia Tenggara dalam mewujudkan percepatan transisi energi. Salah satu langkah agresif dilakukan melalui pengembangan inovasi teknologi rendah karbon dan pendanaan yang besar.
"Menurut laporan IRENA, pada tahun 2050 ASEAN membutuhkan pembiayaan sebesar USD29,4 triliun. Termasuk untuk biaya bahan bakar, operasi dan pemeliharaan, serta skenario biaya pembiayaan dengan 100% energi terbarukan," ujar dia.
Sementara, Direktur Jenderal IRENA, Francesco La Camera mengatakan, kerja sama internasional memiliki peran besar dalam menyukseskan transisi energi. Menurut dia, upaya percepatan perlu dilakukan sambil memastikan manfaat transisi energi diperoleh secara merata di seluruh negara dan komunitas global.
"Kerja sama internasional akan memainkan peran penting dalam memastikan bahwa semua negara memiliki kesempatan untuk mempercepat penyebaran teknologi dan mengamankan investasi yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan mereka," kata Francesco.
Dalam forum energi internasional tersebut, para pemimpin energi, sektor swasta, dan organisasi internasional memberikan wawasan tentang tindakan prioritas yang diperlukan selama beberapa tahun ke depan. Tujuannya, guna mengingat lini masa pada 2030 untuk mengurangi separuh emisi dan mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan.
Terdapat sejumlah poin yang jadi kesimpulan dalam forum tersebut, di antaranya bahwa dunia tidak berada di jalur yang tepat untuk mencapai tujuan iklim dan pembangunan, bahkan mengalami kemunduran dalam beberapa kasus.
Kemudian, tindakan (transisi energi) tidak dapat ditunda dan harus diambil dengan solusi yang sudah tersedia. Meski ada perbedaan, masing-masing negara harus menemukan cara untuk menyeimbangkan prioritas nasional dengan tujuan jangka pendek dan jangka panjang untuk mempercepat tindakan yang didorong oleh global.
Berikutnya, Global Stocktake adalah proses yang penting. Namun, yang tidak kalah penting adalah menemukan kesepakatan bersama tentang prioritas global setelah COP28 di Dubai.
Selain itu, IRENA tetap menjadi platform transisi energi global untuk mendorong aksi dengan kecepatan yang lebih cepat. Sebagaimana diketahui, IRENA adalah badan internasional yang berupaya untuk mengatasi perubahan iklim melalui pemanfaatan energi ramah lingkungan.
Lembaga ini bertujuan untuk membantu pengembangan dan pemanfaatan energi terbarukan secara luas melalui kegiatan-kegiatan yang konkrit. IRENA telah mendukung Presidensi Indonesia pada G20 tahun lalu dan mendukung penuh rencana Keketuaan (Chairmanship) Indonesia di ASEAN tahun ini.