Perbankan Indonesia semakin dikuasai oleh investor-investor asing menyusul penjualan Bank Permata oleh Grup Astra kepada Bangkok Bank.
Kepala Riset PT Koneksi Kapital Marolop Alfred Nainggolan menilai keputusan PT Astra International Tbk. (ASII) dan Standard Chartered Bank (SCB) untuk melepas kepemilikan sahamnya di PT Bank Permata Tbk. (BNLI) kepada Bangkok Bank Public Company Limited positif bagi industri perbankan karena membuat sektor perbankan Indonesia didukung oleh pemodal-pemodal besar di dunia.
"Penjualan saham Bank Permata ke Bangkok Bank membuat sektor finansial, khususnya perbankan memiliki dukungan modal besar. Di luar Bank BUMN, pemegang saham bank besar di Indonesia adalah raksasa finansial dunia," ujar Alfred di Jakarta, Rabu (18/12).
Sejumlah bank besar di Indonesia mayoritas memiliki mitra strategis dari lembaga keuangan asing. Misalnya, Bank OCBC NISP dengan pemodal Singapura, Bank BTPN dengan Sumitomo Mitsui Banking Corporation (SMBC) asal Jepang dan Bank Danamon yang telah diakuisisi oleh Mitsubishi UFJ Financial Group, Inc. (MUFG).
Bank BTPN kemudian merger dengan PT Bank Sumitomo Mitsui Indonesia (SMBC Indonesia) yang juga dimiliki oleh SMBC pada Februari 2019. Sementara Bank Danamon juga merger dengan Bank Parahyangan yang sebelumnya sudah diakuisisi MUFG pada Mei 2019 lalu.
"Masuknya Bangkok Bank tentu akan mendorong proses konsolidasi perbankan Indonesia. Langkah ini sejalan dengan strategi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan bagus buat industri perbankan nasional," kata Alfred.
Lebih jauh Marolop menyatakan, dengan dukungan finansial yang kuat, Bank Permata dapat mengakselerasi bisnisnya dengan lebih kuat dan lebih siap untuk berkompetisi di industri finansial yang makin ketat saat ini.
"Hubungan Bank Permata dengan Astra Group yang akan tetap terjaga pascaakuisisi juga akan menjadi salah satu faktor penguat bagi bank ini di masa depan. Bangkok Bank dengan pengalamannya tentu punya strategi yang sudah teruji. Apalagi masyarakat Indonesia dan Thailand memiliki karakteristik yang tidak jauh berbeda," ujarnya.
Bangkok Bank telah sepakat menandatangani perjanjian pembelian saham bersyarat dengan Standard Chartered dan Astra untuk mengakuisisi total 89,12% kepemilikan sahamnya di Bank Permata. Transaksi disepakati sebesar 1,77 kali lipat dari nilai buku Permata pada 30 September 2019 dengan harga pembelian indikatif Rp1.498 per saham.
Sebagai salah satu bank tertua di Negara Gajah Putih, Bangkok Bank memiliki jaringan internasional di 14 negara dengan pinjaman internasional melalui jaringan ini menyumbang 17% dari total pinjaman bank.
Sampai September 2019, total aset bank ini mencapai sekitar US$140 miliar atau lebih dari Rp1.400 triliun. Sebagai perbandingan, BRI sebagai bank dengan aset terbesar di Indonesia per 30 September 2019 memiliki aset Rp1.305 triliun.
Selama bertahun-tahun, Bangkok Bank telah mengadopsi strategi menghubungkan kawasan Asia untuk mendukung klien melakukan ekspansi ke luar negeri, dan jaringan internasional Bangkok Bank telah menjadi faktor penting dalam keberlanjutan pertumbuhan bisnisnya.
Chairman Bangkok Bank Sithi-Amnuai mengatakan bahwa ekspansi internasional merupakan strategi utama bank. Indonesia khususnya adalah fokus utama bagi Bangkok Bank.
"Indonesia adalah salah satu ekonomi utama yang tumbuh paling cepat di Asia dengan fundamental makroekonomi yang sangat mendukung, demografi yang menguntungkan, dan dengan peningkatan integrasi regional ASEAN," katanya beberapa waktu lalu.
Presiden Direktur Bangkok Bank Chartsiri Sophonpanich menambahkan, berdasarkan pengalaman langsung pihaknya di Indonesia dan pemahaman mendalam tentang sektor perbankan, ia meyakini bahwa sektor perbankan Indonesia siap untuk terus tumbuh dan tetap mempertahankan marjin yang sehat. (Ant)