close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi Alinea.id/Bagus Priyo.
icon caption
Ilustrasi Alinea.id/Bagus Priyo.
Bisnis
Rabu, 07 April 2021 06:22

Babak belur moda transportasi saat mudik dilarang lagi

Moda transportasi tak bisa 'panen' lagi di momen Ramadan-Lebaran tahun ini.
swipe

Momen Lebaran seolah tak lengkap tanpa aktivitas berduyun-duyun mudik ke kampung halaman. Aneka moda transportasi untuk perjalanan darat, udara dan laut pun bisa dipastikan selalu membludak.

Namun bayangan hiruk pikuk itu kembali redup pada Lebaran tahun ini. Pasalnya, pemerintah telah resmi melarang mudik Lebaran 2021 seperti halnya tahun lalu. Larangan mudik Lebaran 2021 akan diberlakukan selama 12 hari, mulai 6 hingga 17 Mei 2021.

Berdasarkan catatan Kementerian Perhubungan (Kemenhub), pada Lebaran tahun 2020 sudah terjadi penurunan arus mudik. Pada saat awal pandemi itu, kendaraan yang keluar Jabodetabek atau arus mudik melalui jalan tol mencapai 552.759. Angka ini turun 66% dibandingkan dengan 2019. 

Sementara, kendaraan masuk pada arus balik mencapai 438.688 atau turun 70% dibandingkan dengan periode yang sama di 2019, yakni H-7 sampai dengan H+7 Idul Fitri. Meski teknis detailnya masih digodok pemerintah, berbagai kalangan pun sudah 'ancang-ancang' beradaptasi sebagai imbas ketok palu larangan mudik ini.  

Dari kalangan masyarakat, Icha (25) mengaku akan mudik ke kampung halamannya di Sumatera Barat pada tanggal-tanggal yang tidak dilarang pada Lebaran tahun ini. Dia akan naik pesawat dari bandara Soekarno Hatta ke bandara Internasional Minangkabau. 

"Rencana bulan ini udah mudik, terus nanti balik lagi ke Jakarta habis Lebaran lah, bulan Juni atau Juli," ujar Icha kepada Alinea.id, Senin (5/4).   

Untungnya, karyawan swasta di salah satu perusahaan startup itu memang masih menjalani work from home (WFH) di kantornya. Dia pun bisa memilih jadwal mudik yang lebih fleksibel. 

"Kebetulan pas planning mudik, ada isu pelarangan itu. Tapi udah aman sih dengan planning pertama, ya udah jalan," kata dia. 

Sementara itu, karyawan swasta lainnya yang berdomisili di Jakarta, Herly (26) masih belum memutuskan kepastian mudiknya ke kampung halaman. Pria yang juga berasal dari Sumatera Barat ini masih menunggu setidaknya seminggu jelang aturan larangan mudik berlaku. 

Berbeda dengan Icha, tempatnya bekerja masih mewajibkannya sesekali bertandang ke kantor. Meski begitu, laki-laki bujang tersebut mengaku punya opsi untuk tidak naik kendaraan umum jika mudik. Selain untuk meminimalisir potensi penyebaran Covid-19, hal tersebut juga menurutnya paling aman untuk menyiasati kebijakan larangan mudik.

"Kalau enggak bisa naik pesawat, paling naik mobil pribadi sama keluargaku yang di Cilegon sih," ucapnya kepada Alinea.id, Senin (5/4). 

Memang, larangan mudik tak menjadi penghalang bagi sebagian orang untuk tetap bersiasat pulang ke kampung halaman. Misalnya saja, seorang karyawan di Jakarta, Santi (28) yang mengaku yakin akan tetap pulang kampung menjelang Lebaran nanti.

Perempuan asal Makasar ini bilang, dirinya sudah nyaris tiga tahun tidak mengunjungi keluarganya di rumah. 

"H-3 atau H-4 pokoknya pulang. Kalau enggak bisa naik pesawat, ya naik kapal laut atau apapun lah. Pasti bisa, pasti ada jalannya (mesti ada larangan mudik)," ujar Santi kepada Alinea.id, Senin (5/4). 

Petugas kepolisian mengarahkan kendaraan pribadi di tol Jakarta-Cikampek untuk memutar balik di pintu tol Cikarang Barat, Jawa Barat, Kamis (7/5/2020). Foto Antara/Sigid Kurniawan.

Terpukul akibat larangan mudik

Larangan mudik Lebaran tentu saja berdampak pada berkurangnya pergerakan dan mobilitas penumpang berbagai moda kendaraan. Sementara, biaya operasional termasuk perawatan kendaraan tetap harus berjalan. 

Ketua Organisasi Angkutan Darat (Organda) DPD DKI Jakarta Shafruhan Sinungan mengungkapkan saat ini kondisi usaha sudah terpuruk dengan hanya mampu mengangkut penumpang tak lebih dari 50%. Padahal dalam kondisi normal, bisnis bisa memperoleh keuntungan sampai 100% hingga 160% jelang Lebaran. Dia pun memprediksi situasinya bisa semakin memburuk yaitu bisa kurang dari 20-30% penumpang akibat larangan mudik. 

"Belum lagi, kita tetap perlu melakukan pengecekan armada kita yang lama enggak jalan seperti rem, ban, mesin, aki dan lain-lain. Sehingga, kita sudah mengeluarkan cost," ujar Shafruhan kepada Alinea.id, Senin (5/4). 

Karenanya, dia ingin pemerintah mengkaji kembali kebijakan larangan mudik. Menurutnya, hal yang lebih ditekankan semestinya bukan larangan bepergian sama sekali, namun disiplin protokol kesehatan yang diketatkan. Dus, bisnis transportasi tetap bisa berjalan. 

"Tahun lalu okelah, masyarakat belum percaya Covid-19, sekarang kan masyarakat sudah sadar. Makanya, cukup penerapan prokes diperketat," lanjutnya. 

Namun wacana larangan sudah kadung diresmikan. Pihaknya lantas mendesak pemerintah untuk bijak dalam penerapan aturan tersebut. Utamanya, dalam hal teknis pelaksanaannya yang baru akan diputuskan. 

"Larangan mudik ini bisa menimbulkan 'efek kucing-kucingan'. Transportasi pribadi dan umum masih banyak yang lewat jalan tikus, marak kendaraan ilegal di bawah kontrol pemerintah," kata dia. 

Petugas kepolisian menunjukkan truk yang mengangkut warga di tol Jakarta-Cikampek, Cikarang Barat, Jawa Barat, Kamis (7/5/2020). Foto Antara/Sigid Kurniawan.

Tak beda jauh dari Organda, Wakil Ketua Umum Asosiasi Travel Agent Indonesia (ASTINDO) Anton Sumarli pun mengatakan dampak pelarangan mudik lebaran 2021 juga memukul bisnis agen travel. 

"Kita kan dari kemarin berharap dengan libur Lebaran ini karena merupakan panen, Lebaran dan tahun baru. Jadi dengan keputusan ini pasti memukul banget," ujar Anton kepada Alinea.id, Senin (5/4). 

Di kondisi pandemi ini, sebetulnya dia memproyeksikan bahwa setidaknya okupansi penumpang bisa mencapai 70-80%. Namun, larangan mudik yang juga berarti berkurangnya aktivitas mobilitas masyarakat bisa berdampak penurunan drastis menjadi 20-30%. 

Sementara di sisi lain, insentif ataupun stimulus terhadap para pelaku travel agen, menurutnya, juga belum memadai. Termasuk soal perpajakan hingga bantuan langsung tunai yang diharapkan bisa membantu biaya operasional yang terhambat. 

"Kita merasa kayak benar-benar ditinggal, tidak diperhatikan. Jika di Malaysia, pelancong malah wajib menggunakan agen travel, karena pemerintah membantu agar tetap hidup," katanya. 

Sekretaris Jenderal Asosiasi Travel Agent Indonesia (ASTINDO) Pauline Suharno menambahkan larangan mudik Lebaran ini juga semestinya lebih mengedepankan edukasi masyarakat terkait protokol kesehatan yang ketat. Infrastruktur pemerintah soal penegakan prokes, menurutnya juga bisa dimaksimalkan. Seperti, syarat tes Covid-19 saat bepergian yang semakin mudah dijangkau hingga efektivitas vaksin. 

"Ini bisa menjadi salah satu bentuk adaptasi agar masyarakat yang mau mudik atau berlibur tetap aman dan tidak membahayakan bagi masyarakat lokal," ujar Pauline kepada Alinea.id, Senin (5/4). 

Menunggu aturan teknis 

Larangan mudik Lebaran tahun ini, memang bukan sekadar wacana. Pemerintah telah mengetok palu dan tinggal menyiapkan teknis pelaksanaannya dalam Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub). 

"Dalam waktu dekat di minggu ini," ujar Juru Bicara Kementerian Perhubungan Adita Irawati kepada Alinea.id, Senin (5/4). 

Larangan mudik secara resmi bertujuan untuk mencegah penyebaran Coronavirus dan demi mensukseskan program vaksinasi yang sedang berjalan. Meskipun, pada pertengahan Maret Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi sempat melontarkan pernyataan tidak ada pelarangan mudik.

Namun akhirnya, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy mengatakan pemerintah melarang mudik pada Lebaran 2021. Kebijakan itu berlaku bagi semua kalangan masyarakat. 

Menyikapi ini, VP Public Relations KAI Joni Martinus mengatakan pihaknya akan mematuhi kebijakan pemerintah terkait aturan larangan mudik Lebaran tahun 2021. KAI hingga saat ini juga masih menunggu Surat Edaran dari Satgas Covid-19 dan Kementerian Perhubungan. 

"Sejauh ini, KAI belum melayani penjualan tiket Angkutan Lebaran 2021," ujar Joni secara tertulis kepada Alinea.id, Senin (5/4).

Pada prinsipnya, kata dia, KAI mendukung penuh seluruh kebijakan pemerintah dalam hal penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional. "KAI akan terus melakukan koordinasi dengan semua pihak terkait," imbuhnya. 

Seorang wanita melintas di depan spanduk imbauan tidak mudik. Foto Antara.

Senada, Direktur Utama PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk, Irfan Setiaputra pun mengatakan hingga saat ini pihaknya juga masih menunggu detail teknis aturan larangan mudik 2021. 

"Kita tunggu detail aturannya. Kita sikapi dari situ," ujar Irfan dihubungi Alinea.id, Senin (5/4). 

Kondisi terkini industri penerbangan, Irfan mengungkapkan sempat terjadi peningkatan selama libur akhir pekan kemarin (long weekend). Namun tingkat keterisian (okupansi) secara rata-rata memang masih terbilang rendah yaitu belum menyentuh 50%. 

"Kita masih monitoring menjelang Ramadan. Kita lebih fokus meningkatkan kepercayaan publik untuk terbang lagi sekarang," katanya. 

Belakangan diketahui, Garuda Indonesia memang tengah menyediakan berbagai penawaran untuk mendorong masyarakat bisa tertarik melakukan penerbangan. Namun, dengan tetap mengedepankan aspek protokol kesehatan ketat. 

Misalnya saja, Garuda Indonesia Online Travel Fair (GOTF) yang baru saja diselenggarakan secara online pada tanggal 26 – 31 Maret 2021 lalu. Ada ragam pilihan tiket penerbangan dan paket perjalanan wisata domestik yang jadi penawaran menarik, termasuk berupa discount tiket penerbangan hingga 85%.

Mematangkan pertimbangan

Ketua Badan Anggaran DPR RI, MH Said Abdullah menyampaikan soal larangan mudik memang harus dipertimbangkan secara matang. Sebab, kesehatan dan ekonomi masyarakat tidak ada yang boleh dikesampingkan. 

"Saya tidak sedang mempertentangkan antara aspek kesehatan dan ekonomi rakyat. Keduanya adalah hal penting," ujar Said melalui keterangan resmi yang diterima Alinea.id, Senin (5/4).

Selain kultural keagamaan, mudik lebaran menurutnya memang bisa menjadi momentum untuk mengerek pertumbuhan ekonomi masyarakat. Terutama di Pulau Jawa yang berkontribusi 58% PDB. 

Mengacu pada data Produk Domestik Bruto (PDB) tahun 2020, konsumsi Rumah Tangga (RT) dari sisi pengeluaran penyumbang 57% PDB setara Rp8.900 triliun dari total PDB sebesar Rp15.434 triliun. 

"Mobilitas orang dari pusat kota sebagai pusat ekonomi ke desa desa atau kampung halaman saat mudik tentu akan memberi pengaruh besar," ujarnya.  

Namun begitu, pengkajian kembali pelarang mudik selama Lebaran juga perlu diperhatikan. Menurutnya, kajian itu menyangkut durasi mudik dan mekanisme mudik. 

"Sebagai pertimbangan, agenda mudiknya yang diperkirakan antara tanggal 6 hingga 17 Mei 2021 (secara kultural), namun pemerintah bisa membatasi pelonggaran mudik dengan batas waktu beberapa hari saja, misalnya 5 hari," tambah dia.

Ia melanjutkan, satgas Covid-19 dan jajaran aparat keamanan di semua tingkatan juga perlu melakukan pengawasan dan penegakan hukum secara ketat. Utamanya, terhadap para pemudik yang melanggar ketentuan seperti tidak memenuhi protokol kesehatan.

Proses halalbihalal secara fisik di kampung kampung, terlebih lagi melibatkan pemudik dari luar menurutnya juga perlu diatur. Aturan teknis dan pelaksanaanya bisa dilakukan oleh Satgas Covid-19 tingkat desa atau kampung yang dilakukan di ruang terbuka dengan prokes ketat.

"Mempercepat pelaksanaan vaksinasi terutama terhadap kelompok prioritas, utamanya pada daerah-daerah sasaran mudik sebagai upaya pencegahan penyebaran covid19 di daerah tujuan mudik," pungkasnya.

Ilustrasi Alinea.id/Bagus Priyo.
 

img
Nurul Nur Azizah
Reporter
img
Kartika Runiasari
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan