Badan Pangan Nasional: Si dirigen orkestra stabilisasi pasokan dan harga pangan
Ancaman krisis pangan akibat situasi global imbas perang Rusia-Ukraina telah mewujud nyata. Salah satunya terlihat dari lonjakan harga pangan di tingkat global yang juga menjalar ke tanah air. Tantangan inflasi pangan ini membutuhkan solusi nyata. Khususnya, menjelang akhir tahun di mana harga pangan bergejolak (volatile food) memiliki tren kenaikan.
Indonesia sendiri sebenarnya sudah memiliki lembaga Badan Pangan Nasional atau National Food Agency (NFA) yang lahir sebagai amanat Perpres Nomor 66 Tahun 2021. Tugasnya, melaksanakan pengadaan, pengelolaan, dan penyaluran cadangan pangan yang dilakukan melalui Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Tugas-tugas ini diharapkan mampu mencukupi kebutuhan pangan seantero nusantara sehingga mengurangi terjadinya lonjakan harga.
Meski baru seumur jagung, tugas Bapanas ternyata sudah memberi dampak positif. Utamanya dalam hal stabilisasi harga pangan dengan beberapa strategi yang dilakukan sejak struktur Bapanas resmi dibentuk pada medio 2022 lalu.
Direktur Kesediaan Pangan Badan Pangan Nasional Budi Waryanto mengatakan dewasa ini tugas yang diemban Bapanas cukup menantang dan besar. Terlebih dengan bertambahnya jumlah komoditas yang menjadi tanggung jawab Bapanas.
Menurutnya, mandat yang penting adalah bagaimana Bapanas secara cantik menerjemahkan pasal 28 ayat 2a Perpres Nomor 6/2021 tentang Badan Pangan Nasional yakni: ‘’Perumusan kebijakan dan penetapan besaran jumlah cadangan pangan pemerintah yang akan dikelola oleh Badan Usaha Milik Negara di bidang pangan”.
Pun mengorkestrasikan penugasan Bulog terkait cadangan pangan nasional. “Upaya ekstra kita setiap hari berjibaku keluarkan regulasi agar cadangan pangan bisa tertata dengan baik. Kita sudah menyiapkan aturan turunan CBP beras dan jagung,” ungkapnya saat Webinar Alinea Forum “Orkestrasi NFA dalam Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan”, Jumat (9/12).
Namun, tugas paling utama yang terdekat adalah pengadaan Cadangan Beras Pemerintah (CBP) mengingat stok beras di Bulog kurang dari 800 ribu ton atau tepatnya tersisa 475 ribu ton. Selain itu, Budi menyebutkan perlu juga dilakukan percepatan realisasi impor komoditas Kedelai dan Bawang Putih. Sayangnya, ia mengakui, Bapanas menghadapi tantangan soal data ketersediaan kedelai padahal langkah impor harus dilakukan.
Kemudian, dari hasil evaluasi sepanjang Januari-Oktober, pihaknya melihat perlunya persiapan teknologi untuk memperpanjang masa simpan dan mempertahankan kualitas komoditas hortikultura. Plus ke depan Bapanas harus melakukan percepatan distribusi pangan antar wilayah dan penguatan stok pangan nasional.
Karena itu, menjelang tutup tahun 2022, Bapanas akan menjalankan tugas untuk menjaga harga pangan tetap stabil. Termasuk untuk komoditas beras dan kedelai. “Idul Fitri (2023) kita bisa menugaskan Bulog melakukan pengadaan dan antisipasi panen raya,” tambahnya.
Kinerja Bapanas pada enam bulan pertama ini bahkan semakin bertambah. Berdasarkan Perpres 66/2021, ada 9 komoditas yang menjadi tanggung jawab Bapanas yaitu beras, jagung, kedelai, gula konsumsi, bawang, telur unggas, daging ruminansia (lembu, biri-biri, dan domba), serta daging unggas dan cabai.
"Awalnya, ada tambahan, yaitu minyak goreng sama ikan. Ini ditambah lagi dengan terigu dan garam," kata Budi.
Pada tahap awal ini, lanjut Budi, Bapanas sudah bekerja keras menjaga tingkat inflasi di bawah angka 5% sebagaimana ditargetkan Presiden Joko Widodo. Pada bulan November kemarin, laju inflasi tercatat sebesar 5,42% (year on year), turun 0,29% dibandingkan bulan Oktober 2022.
“Faktor utama yang mempengaruhi adalah kenaikan inflasi pada sektor transportasi (15,45% vs 16,03% pada Oktober) dan pangan (5,87% vs 6,76% pada Oktober),” jelasnya.
Lebih lanjut, ada beberapa langkah ekstra yang telah dilakukan Bapanas dalam rangka menjaga inflasi pangan nasional. Pertama, penetapan per badan HAP (Harga Acuan Pemerintah), HET (Harga Eceran Tertinggi), dan HPP (Harga Pembelian Pemerintah).
“Yang jadi adalah HAP jagung Rp4.200 per kilogram dan telur ayam, kita diperintahkan segera tinjau kembali beras dan sebagainya,” sebutnya.
Kedua, monitoring ketersediaan pasokan dan harga pangan, ketiga memobilisasi dari daerah surplus ke daerah defisit. Keempat, operasi pasar melibatkan stakeholders, kemudian penguatan infrastruktur untuk stabilisasi hulu-hilir, serta koordinasi dan fasilitasi untuk pengendalian inflasi daerah.
Dalam menjalankan fungsi stabilisasi harga pangan ini, tambahnya, Bapanas tidak bisa bekerja sendiri. Turunnya laju inflasi pun, kata dia, merupakan kolaborasi sejumlah pihak salah satunya dengan rapat koordinasi dengan Kementerian Dalam Negeri setiap minggu.
“Bapanas juga punya banyak kendala kami prioritaskan titik-titik tertentu yang bisa secara signifikan berpengaruh misalnya saat minyak goreng gonjang-ganjing terobosan kita karena punya mitra BUMN, bagaimana memindahkan stok minyak goreng dari Sumatera ke wilayah timur,” paparnya.
Selain itu, Bapanas juga fokus pada titik sekitar ibu kota. Misalnya, saat harga cabai melonjak, pihaknya terus mem-bom daerah Jakarta dengan stok cabai dari Riau. Pun begitu ketika Nusa Tenggara Barat mengalami kelebihan stok jagung, pihaknya menyambungkan ke peternak ayam dan telur dari Kendal, Jawa Tengah.
“Tapi ini mekanisme B to B (business to business) karena kita enggak ada kemampuan subsidi,” bebernya.
Penghubung wilayah surplus dan defisit
Bapanas tercatat sukses menghubungkan dua daerah yakni NTB yang mengalami kelebihan atau surplus jagung dan Kendal, Jateng yang memiliki sentra peternak ayam dan telur.
Kepala Dinas Ketahanan Pangan Provinsi NTB A Aziz menyatakan NTB saat ini mengalami surplus beras dan jagung. Di mana cadangan beras di provinsi ini cukup hingga 9 bulan. Adapun jagung lebih luar biasa lagi yakni mencapai 167 bulan.
“Sampai ke panen berikutnya stok beras NTB masih aman,” ungkapnya.
Sayangnya, berlebihnya cadangan dan produksi dua komoditas ini justru membuat harga jatuh dalam. Hal ini jelas merugikan bagi petani yang bahkan harga jualnya bisa di bawah HPP (Harga Pembelian Pemerintah) yang sebesar Rp4.200 per kilogram untuk Gabah Kering Panen (GKP). Pun demikian dengan jagung yang dipatok Rp4.200 per kilogram. Adapun kejatuhan harga beras bisa di angka Rp3.700 per kilogram dan jagung hingga Rp3.200 per kilogram.
“Gudang penuh karena pelabuhan terlambat untuk bisa mengirimkan bahan pangan baik itu gabah, jagung. Satu kapal isi 10 ribu ton butuh waktu 1 minggu,” bebernya.
Karena itu, ia mengharapkan ada percepatan penugasan kepada Bulog untuk bisa menyerap produksi gabah dari petani sehingga harga tidak jatuh. Namun, dia mengaku Bapanas sendiri sudah turun tangan untuk sarana dan prasarana beberapa komoditas seperti cabai dan bawang, serta daging beku. Infrastruktur ini diharapkan mampu mengamankan stok pangan nasional kala panen raya.
“Gabah dan jagung ini pada saat panen raya selalu ribut di pulau Sumbawa karena harga jatuh, petani teriak dan selalu salahkan pemerintah daerah,” keluhnya.
Sementara, tambahnya, pemda sendiri tidak bisa menyerap gabah petani karena anggaran dari APBD tidak ada. Untuk itu, menurutnya, orkestrasi dari Bapanas untuk mempertemukan para supplier sangat penting. “Dengan neraca komoditas akan tergambarkan di daerah surplus atau enggak, maka perlu distribusi agar harga stabil sesuai HAP dan HPP,” sebutnya.
Dia menambahkan Bulog sendiri yang bertugas menyerap produksi masih membutuhkan pinjaman dari perbankan. Bulog lalu melakukan distribusi ke NTB, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Tengah. “Tapi sekarang dihentikan,” katanya.
Untuk jagung sendiri, lumayan terbantu karena diserap para peternak di Kendal, Jateng. Ketua Koperasi Peternak Unggas Sejahtera Kendal, Jawa Tengah, Suwardi mengatakan pihaknya sudah menyerap 5.000 ton jagung dari wilayah NTB.
Dengan mekanisme B to B antar supplier pihaknya bisa langsung bertemu dengan petani jagung dan menerima harga yang layak dan seimbang. “Ini dalam rangka membina produsen jagung dan produsen telur dan memutus titik distribusi yang panjang,” ungkapnya.
Pada akhirnya, langkah ini juga bisa memotong selisih harga telur dari peternak sampai ke tangan konsumen yang dulu bisa mencapai Rp6.000-Rp7.000 per kilogram. Rantai distribusi yang biasanya 5 pihak pun kini hanya 3 pihak saja sehingga selisih harga semakin sempit yakni berkisar Rp3.500 dan maksimal Rp6.000 per kilogram.
Suwardi pun menyambut baik keberadaan Bapanas yang diharapkan bisa menghasilkan orkestra yang membuat ketahanan pangan terjaga. Dia pun menyarankan agar Bapanas bisa membina petani untuk menyiapkan cadangan pangan nasional.
“Selesaikan satu tempat agar terjaga berapa koperasi yang bisa dipercaya, dengan harga pakan sekian, jual sekian. Kalau diberi bebas, hilir ditekan, hulu mati diminta harga jagung sekian tapi petani enggak dibina nanti petani lari,” sarannya.
Peran tol laut
Di samping itu, keberadaan tol laut yang digagas sejak tahun 2015 telah dirasakan pula dampaknya. Tol laut menjadi salah satu jenis subsidi angkutan laut yang dilakukan Kementerian Perhubungan. Selain itu, ada pula angkutan perintis, angkutan ternak, dan angkutan ternak.
Sebagai amanat Perpres 59 tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2015 Tentang Penetapan dan Penyimpanan Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting, tol laut lahir sebagai layanan angkutan barang dengan mekanisme kewajiban pelayanan publik dari dan ke daerah terpencil (3TP).
“Angkutan yang memuat barang-barang kebutuhan pokok dan barang penting lainnya. Bentuk subsidi pemerintah adalah biaya angkutnya, dengan tujuan terwujudnya konektivitas, arus barang dan jangka panjang diharapkan menurunkan disparitas harga di Indonesia Timur,” jelas Kepala Seksi Angkutan Laut Khusus Ditjen Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan Rudy Sugiharto pada kesempatan yang sama.
Selama tujuh tahun penyelenggaraan, tol laut telah mengalami pertumbuhan signifikan dari sisi jumlah pelabuhan, jumlah kapal tol laut, kapasitas muatan, dan trayek. Per 2 Desember 2022 jumlah pelabuhan singgah tol laut mencapai 130, jumlah muatan berangkat 6.438 Teus dan 873 ton, jumlah muatan balik 19.484 teus, jumlah kapal 32 dan jumlah pelabuhan kapal 9.
Rudy memaparkan subsidi ini bisa memangkas ongkos logistik di laut karena biaya yang dikeluarkan dari pelabuhan ke pelabuhan maksimal Rp1,6 juta. Ongkos itu lebih murah sekitar 40-50% dibanding tanpa tol laut.
“Harapannya pemilik barang enggak mengeluarkan uang untuk distribusi dari supplier ke daerah tujuan sehingga harga di daerah terpencil tidak terlalu tinggi dan disparitas harga bisa ditekan,” paparnya.
Menurutnya, tidak ada ketentuan jenis barang dan pengguna tol laut. Kemenhub sendiri bertugas menyiapkan sarana dan prasarana untuk keberlangsungan tol laut. Jika di suatu daerah tidak ada tol laut, maka pemilik barang harus menggunakan tarif komersial yang bisa 200% lebih mahal dibanding tarif tol laut.
Layanan ini sangat tinggi, banyak dan luas terutama mencakup wilayah 3T (tertinggal, terdepan, terluar). Namun, karena wilayah 3T ini pula pelaksanaan tol laut masih menghadapi sejumlah kendala. Misalnya, ketersediaan infrastruktur yang memadai di pelabuhan wilayah 3T.
“Misal pelabuhan enggak ada penerangan, sehingga malam hari enggak ada yang mau kerja padahal kapal harus memberi pelayanan ke pelabuhan-pelabuhan lain, jadi kapal harus bermalam dan menunggu lama,” tambahnya.
Dari 33 trayek tol laut, Rudy mengakui belum menyentuh semua wilayah 3T karena kendala daerah tersebut. Misal infrastruktur pelabuhan dan kedalaman laut yang tidak memungkinkan. “Jadi kami koordinasi dengan pihak lain untuk ini,” sebutnya.
Dia mencontohkan Kabupaten Natuna di Kepulauan Riau yang pelabuhannya tidak bisa diakses oleh mobil sehingga muatan diangkut dengan sepeda motor roda tiga. Padahal muatan yang datang bisa mencapai 12-13 kontainer. “Jadi yang harusnya melayani 2 hari bisa molor sampai 5 hari dan mengganggu pelayanan ke daerah lain,” bebernya.
Adapun soal efisiensi muatan, Rudy menjelaskan muatan berangkat kapasitasnya rata-rata sudah mencapai 80%. Sayangnya, masalah ada di muatan balik yang belum terselesaikan karena kapasitasnya masih antara 30-40%.
“Kami selalu minta ke pemda muatan balik ditingkatkan karena memang ada wilayah-wilayah tertentu yang enggak ada produk yang bisa diangkut ke luar daerah,” ungkapnya.
Sudah on track
Peran Bapanas saat ini diakui masih on track meski di tengah tumpang tindih regulasi dan aturan yang belum rigid. Guru Besar Ekonomi Pertanian Universitas Lampung Bustanul Arifin menjelaskan, sebagai lembaga yang baru berdiri NFA mengemban tugas yang amat strategis dan besar. "Arah sudah on the track. Akan tetapi, NFA harus terus kita dorong dan bantu," jelasnya.
Dia mendorong semua pihak untuk membantu Bapanas yang masih berusia muda. Menurutnya, untuk bergerak, Bapanas tidak perlu menunggu semuanya tersusun rapi.
"Enggak semua nunggu kebijakan, jalan dulu, koordinasi dulu, fokus pada stabilisasi pasokan dan harga. Kalau nunggu semua perfect sulit,” sarannya.
Dia pun menyarankan agar stabilisasi pasokan dan harga pangan efektif, Bapanas harus melakukan integrasi kebijakan antara di sisi pasokan (supply) dengan sisi permintaan (demand). Dari sisi pasokan, antara lain, perlu pembenahan manajemen usaha tani dan insentif baru berbasis inovasi.
Dia pun menekankan pada sejumlah komoditas yang sudah mulai merangkak naik harganya. Misalnya beras yang menjadi keprihatinan Bustanul karena cadangan beras yang menipis.
“Sejak Agustus 2022 harga beras naik, beras medium luar biasa tajam jangan-jangan ini respon stok yang menipis. Harga pasar jauh lebih tinggi dari yang berlaku di pasar,” ungkapnya.
Demikian pula untuk harga ayam, telur, dan hortikultura. Meski Bapanas sudah melakukan stabilisasi harga namun programnya masih terbatas. Dia juga menyoroti pentingnya stabilisasi harga pangan karena berdasarkan riset kualitas gizi masyarakat sangat kurang.
Di mana skor Pola Pangan Harapan (PPH) 2021 hanya 87,2% padahal targetnya 91,6%. Kemudian, adanya krisis pangan akan meningkatkan risiko prevalensi gizi kurang. Di mana prevalensi rawan pangan naik dari 11,7% pada 2020 menjadi 13,8% pada 2022.
“Separuh lebih penduduk kita tak mampu makan bergizi, ini sangat serius, pola pangan harapan (PPH) sebagian besar kita konsumsi padi-padian makanan bergizi menjadi sangat mahal bagi masyarakat miskin,” tutupnya.